Orang Jahat Otomatis Masuk Neraka Sekalipun Sepanjang Hidupnya Sibuk Memohon PENGHAPUSAN DOSA
Question: Jadi orang baik, yang sepanjang hayat hidupnya menghindari perbuatan buruk dan disaat bersamaan rajin buat baik, apakah otomatis masuk surga, sekalipun tidak berdoa memohon dimasukkan ke surga dan sekalipun ateis?
Brief Answer: Mengapa juga umat agama samawi justru lebih
sibuk melakukan ritual sembah-sujud demi dimasukkan ke surga dan sibuk melakukan
ritual “penghapusan dosa” agar mereka terhindar dari masuk neraka, bila setiap
orang bisa berlatih praktik “self-control”
dengan menghindari perbuatan-perbuatan buruk dan disaat bersamaan mau
merepotkan diri menanam benih-benih Karma Baik untuk memetik buah manisnya
sendiri di kehidupan mendatang, entah memetiknya pada “surga dunia” maupun “alam
surgawi”. Itulah sebabnya, umat agama samawi sejatinya merupakan kaum pemalas
yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih perbuatan baik dan disaat
bersamaan begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruknya
sendiri selama ini.
Tidak ada agama yang begitu bertanggung-jawab
disamping begitu optimis sebagaimana ajaran Buddhisme, dimana setiap orang baik
berhak dan dapat masuk surga, sekalipun tidak berdoa dan tidak melakukan ritual
sembah-sujud apapun. Itulah sebabnya, Buddhisme disebut juga sebagai “jalan
meritokrasi” yang mengedepankan cara hidup egaliter. Atas dasar apakah, kita
perlu lebih rajin melakukan praktik nyata “sang jalan” demikian, alih-alih membuang-buang
waktu kita yang berharga untuk ritual maupun protokoler-seremonial tidak
substansial sebagaimana praktik agama samawi? Sang Buddha pernah
bersabda sebagai berikut:
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang tidak ia
tutupi, tidak ia erami, dan tidak ia pelihara dengan baik. Walaupun ia
berkehendak: ‘Semoga anak-anakku menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar
atau paruh mereka dan menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu tidak
mampu melakukannya. Karena alasan apakah? Karena ayam betina itu tidak
menutupi, tidak mengerami, dan tidak memelihara telur-telurnya dengan baik.
“Demikian pula, ketika seorang bhikkhu tidak
bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia berkehendak: ‘Semoga
pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan!’ namun
pikirannya tidak terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena
alasan apakah? Karena ia tidak memiliki pengembangan.
“Para bhikkhu, ketika seorang bhikkhu
bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak berkehendak: ‘Semoga
pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidakmelekatan!’ namun
pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena alasan
apakah? Karena pengembangannya.
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang ia tutupi, ia
erami, dan ia pelihara dengan baik. Walaupun ia tidak berkehendak: ‘Semoga
anakanakku menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar atau paruh mereka dan
menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu mampu melakukannya. Karena
alasan apakah? Karena ayam betina itu telah menutupi, mengerami, dan memelihara
telur-telurnya dengan baik.
“Demikian pula, ketika seorang
bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak berkehendak:
‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan!’ namun
pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena alasan apakah?
Karena pengembangannya.”
PEMBAHASAN:
Banyak diantara masyarakat kita yang tidak
memahami, bahwa ibadah dalam Buddhisme sangat jauh berbeda dengan cara ibadah
agama-agama samawi yang lebih bertopang ritual, protokoler, dan
seremonial-prosedural berbentuk puja-puji dan sembah-sujud. Semua orang sanggup
menjadi seorang PENDOSA PENJILAT PENUH DOSA. Namun, tidak semua orang sanggup
menjalankan ibadah dalam Buddhisme yang butuh komitmen nyata. Berikut ibadah
dalam Buddhisme, yang justru dijauhi oleh sebagian orang karena mereka tidak
bersedia membuat komitmen hidup secara “lurus”:
~Ovada Patimokkha~
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan,
senantiasa mengembangkan kebajikan
dan membersihkan batin;
inilah Ajaran Para Buddha.
Kesabaran adalah praktek
bertapa yang paling tinggi.
“Nibbana adalah tertinggi”,
begitulah sabda Para Buddha.
Dia yang masih menyakiti orang
lain
sesungguhnya bukanlah seorang pertapa
(samana).
Tidak menghina, tidak
menyakiti, mengendalikan diri sesuai peraturan,
memiliki sikap madya dalam hal
makan, berdiam di tempat yang sunyi
serta giat mengembangkan batin
nan luhur; inilah Ajaran Para Buddha.
Sumber: Dhammapada 183-184-185
Label: Syair Gatha
Mengapa Buddhisme mengajarkan para umatnya agar
mengandalkan diri dan perbuatan diri kita sendiri, berlindung dan berfokus
kepada perbuatan diri kita sendiri, dengan cara mengamalkan “sang jalan”?
Penjelasannya ada pada khotbah Sang Buddha dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”,
diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom
Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta
Press, dengan kutipan sebagai berikut:
71 (7) Pengembangan
“Para bhikkhu, ketika seorang
bhikkhu tidak bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia berkehendak:
‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan!’ namun
pikirannya tidak terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena
alasan apakah? Karena ia tidak memiliki pengembangan. Tidak memiliki
pengembangan apakah?
(1) Empat penegakan perhatian,
(2) empat usaha benar,
(3) empat landasan kekuatan
batin,
(4) lima indria spiritual,
(5) lima kekuatan,
(6) tujuh faktor pencerahan,
dan
(7) jalan mulia berunsur
delapan.
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang tidak ia
tutupi, tidak ia erami, dan tidak ia pelihara dengan baik. [126] Walaupun ia
berkehendak: ‘Semoga anak-anakku menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar
atau paruh mereka dan menetas dengan selamat!’ namun anak-anak ayam itu tidak
mampu melakukannya. Karena alasan apakah? Karena ayam betina itu tidak
menutupi, tidak mengerami, dan tidak memelihara telur-telurnya dengan baik.
“Demikian pula, ketika seorang
bhikkhu tidak bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia
berkehendak: ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan!’ namun pikirannya tidak terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan. Karena alasan apakah? Karena ia tidak memiliki pengembangan.
Tidak memiliki pengembangan apakah? Empat penegakan perhatian … jalan mulia
berunsur delapan.
“Para bhikkhu, ketika seorang
bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak
berkehendak: ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidakmelekatan!’ namun pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui
ketidak-melekatan. Karena alasan apakah? Karena pengembangannya.
Pengembangan apakah?
(1) Empat penegakan perhatian,
(2) empat usaha benar,
(3) empat landasan kekuatan batin,
(4) lima indria spiritual,
(5) lima kekuatan,
(6) tujuh faktor pencerahan,
dan
(7) jalan mulia berunsur
delapan.
“Misalkan ada seekor ayam
betina dengan delapan, sepuluh, atau dua belas butir telur yang ia tutupi, ia erami,
dan ia pelihara dengan baik. Walaupun ia tidak berkehendak: ‘Semoga anakanakku
menusuk cangkang mereka dengan ujung cakar atau paruh mereka dan menetas dengan
selamat!’ namun anak-anak ayam itu mampu melakukannya. Karena alasan apakah?
Karena ayam betina itu telah menutupi, mengerami, dan memelihara telur-telurnya
dengan baik.
“Demikian pula, ketika
seorang bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka bahkan walaupun ia tidak
berkehendak: [127] ‘Semoga pikiranku terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan!’
namun pikirannya terbebaskan dari noda-noda melalui ketidak-melekatan. Karena
alasan apakah? Karena pengembangannya. Pengembangan apakah? Empat penegakan
perhatian … jalan mulia berunsur delapan.
“Ketika, para bhikkhu, seorang
tukang kayu atau murid tukang kayu melihat cetakan jari tangannya pada gagang
kapaknya, ia tidak mengetahui: ‘Aku telah membuat aus sebanyak ini pada gagang
kapak hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari sebelumnya’;
melainkan ketika gagang kapak itu menjadi aus, ia mengetahui bahwa gagang
kapaknya telah menjadi aus. Demikian pula, ketika seorang bhikkhu bertekad pada
pengembangan, walaupun ia tidak mengetahui: ‘Aku telah mengikis noda-noda sebanyak
ini hari ini, sebanyak ini kemarin, sebanyak ini pada hari sebelumnya,’ namun
ketika noda-nodanya terkikis, ia mengetahui bahwa noda-nodanya terkikis.
“Misalkan, para bhikkhu, ada
sebuah kapal layar yang terikat dengan tali yang telah usang di dalam air
selama enam bulan. Kapal itu akan ditarik ke darat selama musim dingin dan
talinya akan diserang lebih jauh lagi oleh angin dan matahari. Dibasahi oleh hujan,
tali itu akan menjadi lapuk dan membusuk. Demikian pula, ketika seorang
bhikkhu bertekad pada pengembangan, maka belenggu-belenggunya menjadi runtuh
dan membusuk.” [128]
Menjadi ironis ketika kita membuat perbandingan
dengan praktik umat agama samawi yang selama ini mabuk dan kecanduan dogma-dogma
KORUP semacam “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN DOSA” maupun “PENEBUSAN DOSA” (abolition of sins) sehingga menjelma
menjadi kalangan “KORUPTOR DOSA”—kesemuanya dikutip dari
Hadis Sahih Muslim:
- No.
4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
- No.
4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
- No.
4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No.
4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk
Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian
disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini
warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku
rizki).”
- No.
4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya
saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu
memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
- Aku
mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja
yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya,
‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah
ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai
setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi
ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan
sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh
bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]
Babi,
disebut “haram”. namun, dogma-dogma KORUP semacam “PENGHAPUSAN DOSA” disebut “halal”
serta dijadikan “halal lifestyle”—sekalipun
hanya seorang PENDOSA yang butuh “PENGHAPUSAN DOSA”. PENDOSA PECANDU
PENGHAPUSAN DOSA, namun hendak berceramah perihal akhlak, hidup suci, baik,
mulia, lurus, adil, luhur, serta agung? Itu menyerupai ORANG BUTA yang hendak
menuntun para butawan lainnya, neraka pun dipandang sebagai surga, berlomba-lomba
dan berbondong-bondong dengan bangga penuh percaya-diri mereka terperosok
menuju lembah-jurang-nista yang begitu dan kelam. Tidak ada yang lebih
memprihatinkan dan lebih menyedihkan daripada cara hidup maupun nasib kalangan umat
agama samawi—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:
- No.
4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah
tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah
menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa
sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan
yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah
bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya
bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu
maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi
seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]