Tes SQ : NATAL adalah BERKAH ataukah PETAKA? Juru Selamat ataukah Juru (Pembawa) Petaka?

HARI BERDUKA UMAT MANUSIA YANG DIRAYAKAN DENGAN MERIAH DAN KECERIAAN BAGI MEREKA YANG DUNGU, UNTUK SETIAP TAHUNNYA

Akibat kebodohan batin serta kekotoran batin, si dungu memandang apa yang sebetulnya “petaka”, dianggap sebagai “berkah” dan kemudian mereka peringati serta rayakan sebagai Hari Raya yang dimeriahkan oleh semarak pesta dan segala puji-syukur setiap tahunnya.

Pada mulanya, sebelum sebelum Yesus, nabi junjungan para umat Nasrani, nabi yang mengklaim serta mengkultuskan dirinya sendiri sebagai Tuhan ataupun yang mengaku sebagai “anak Tuhan” (seolah-olah ada diantara kita yang bukan merupakan "anak dari Tuhan"), sekaligus manusia yang dilahirkan dari rahim seorang manusia-wanita di kandang ternak—betapa agungnya (???)—manusia-manusia yang baik akan terlahir kembali sebagai penghuni alam surgawi menjadi dewa maupun dewi.

Namun sejak atau dimulai ketika Yesus dilahirkan, manusia-manusia baik tidak lagi dapat terlahir ke alam surgawi, yang mana kini dimonopoli oleh para manusia penuh dosa (pendosa penjilat penuh dosa) yang menggadaikan jiwanya menjadi budak sembah-sujud terhadap Yesus—bila ada diantara para umat Nasrani yang menyatakan sebaliknya, bahwa sebelum Yesus dilahirkan tiada manusia yang dapat pergi ke alam surgawi, itu sama artinya generasi muda yang “durhaka” karena mengutuk nenek-moyangnya sendiri yang sejak puluhan ribu tahun lampau telah eksis mengisi dan menghuni dunia manusia bernama Planet Bumi ini.

Dari fakta tersebut saja, kita sudah dan mulai menjadi paham, bahwa kelahiran Yesus sejatinya adalah “berkah” ataukah “petaka” bagi umat manusia, sekaligus ancaman nyata bagi para penghuni alam surgawi karena kini mayoritas penghuni alam surgawi adalah para “pendosa penjilat penuh dosa”, bukan lagi dimonopoli oleh orang-orang baik seperti sebelum ketika Yesus dilahirkan dan berkuasa.

Bahkan Dewa Zeus yang digambarkan sebagai dewa yang tiran, tidak sampai sejahat itu melempar umat manusia ke neraka semata kerana tidak menyembah diri sang dewa Zeus. Artinya, Zeus masih lebih “Tuhanis” daripada Yesus.

Dosa Warisan dan Harta Warisan Adam

Para Nasrani, berdasarkan dogma Kristiani yang mereka anut, memandang bahwa umat manusia saat kini mewarisi apa yang mereka sebut sebagai “dosa warisan” dari Adam, manusia pertama di muka bumi. Itu dogma yang gila bila tidak dapat disebut hanya dipeluk oleh orang-orang sinting tidak berotak. Betapa tidak, selayaknya kita bertanya, “dimanakankah, “harta-harta warisan” atau “pahala-pahala warisan” dari Adam, dikorupsi oleh Yesus?

Jika dikorupsi oleh Yesus, itu sama artinya Yesus adalah musuh dari peradaban umat manusia, bukan justru disembah dan dipuja-puji layaknya pengikut Hitler—ada saja fans dan pengikut Hitler, meski Hitler sejahat dan seganas itu (baca : se-iblis itu).

Sekalipun kita juga mengetahui, bahwa hanya seorang pendosa yang membutuhkan ideologi korup penuh iming-iming curang bernama “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa” atau apapun itu namanya (abolition of sins).

Yesus bunuh diri disalib, katanya untuk tebus dosa umat manusia. Pertanyaan utamanya ialah, Yesus sendiri adalah manusia yang lahir dari rahim manusia lainnya. Saat Yesus tewas disalib—Tuhan bisa mati disalib oleh ciptaannya sendiri?—maka itulah saat terjadinya penebusan dosa. Bila manusia yang lahir setelah tewasnya Yesus, masih juga perlu menjual jiwanya dengan menyembah Yesus agar dapat selamat masuk surga, karena jika tidak “dosa warisan” yang sama akan membuatnya jatuh ke dalam neraka, maka itu sudah menjadi bukti bahwa Yesus tidak benar-benar telah pernah menebus dosa umat manusia, karena umat manusia sejak telah dua ribu tahun lampau masih sedang memikul “dosa warisan” tersebut.

Cinta Kasih Penuh Syarat, Dinodai Kepentingan Politis

Bila masih ada umat manusia saat kini yang masuk neraka karena “dosa warisan Adam”, maka itu (justru) menjadi bukti tidak terbantahkan bahwa Yesus tidak benar-benar telah pernah menebus “dosa warisan” demikian. Jika umat manusia masa kini ingin masuk neraka namun dengan syarat menyembah Yesus, maka itu sama artinya “cinta kasih (yang dinodai) PENUH SYARAT”, cinta yang dikotori kepentingan narsistik Yesus ataukah cinta sebagai “kedok”?! Alam neraka yang masih eksis hingga saat kini, notabene menjadi monumen kegagalan Yesus menebus dosa-dosa umat manusia sekalgis merupakan bukti konkret bahwa “dosa warisan Adam” masih ada dan eksis hingga saat kini.

Patung atau gambar Yesus digambarkan memiliki hati bercahaya di dada-nya. Benarkah demikian? Hati tersebut melambangkan apakah, cinta kasih ataukah bermakna lain dan justru sebaliknya?

Serigala Berbulu Domba, Iblis Berbulu Malaikat

Faktanya, tiada yang lebih keji dan beringas serta ganas dibandingkan dengan Yesus, yang tiada ubahnya seorang raja yang lalim, dimana ketika seorang raja dipuja-puji dan disembah-sujud, jika perlu dicium-cium kakinya, maka sang raja akan merasa senang dan sang budak sembah-sujud akan diberi hadiah. Namun sebaliknya, ketika sang hamba tidak mau sembah-sujud, maka sang raja akan murka sejadi-jadinya, sebelum kemudian menjatuhkan hukuman yang menyiksa semata karena sang hamba tidak mau menjadi budak sembah-sujud sang raja (baca : pamer kekuasaan).

Cinta kasih semacam apakah, ketika seorang umat manusia tidak mau menggadaikan martabatnya menjadi seorang budak penjilat sembah-sujud Yesus, lantas Yesus menjadi murka dan melemparkan sang manusia tersebut ke alam neraka—alam neraka itu sendiri merupakan “monumen kegagalan Yesus”, tempat dimana Yesus tidak berdaya dan tidak berkuasa atas seluruh umat manusia yang memilih untuk “self determination” dengan tidak menjual jiwanya kepada Yesus.

Bukan Misi Misionaris, namun Misi Mengancam dan Penuh Ancaman

Misi misionaris semacam apakah itu, bukan lagi sekadar pemaksaan dengan pukulan tinju ataupun todongan sebilah pedang yang tajam dan berlumuran darah, namun mengancam-ancam akan dilempar ke neraka bila umat manusia tidak bersedia menggadaikan jiwanya untuk menjadi budak sembah-sujud seolah alat pemuas nafsu Yesus yang begitu narsistik dan mabuk atau gila pujian ini rupanya. Segala pamer kekuasaannya, yang membuat manusia menderita dan sengsara, adalah dalam rangka “hidden agenda” untuk memeras umat manusia agar menggadaikan jiwanya dan beralih menjadi budak sembah-sujud.

Yesus bahkan tidak pro terhadap kalangan korban, dengan menghapus dua orang penjahat (pendosa) yang turut disalib bersama Yesus. “Kabar gembira” bagi pendosa, sama artinya “kabar buruk” bagi kalangan korban dari para pendosa (penjahat) tersebut. Yesus bersikap seolah-olah kalangan korban tidak punya hak untuk mendapatkan keadilan.

Artinya pula, Yesus lebih PRO terhadap pendosa (penjahat alias kriminil) dengan mengumbar penghapusan dosa bagi para pendosa, alih-alih lebih PRO terhadap kalangan korban yang malang dan tidak pernah mendapatkan keadilan dari dogma-dogma Kristiani.

Bayangkan, umat Kristiani berhutang namun tidak mau mengembalikan dan melunasinya, bahkan uang pinjaman dibawa lari dengan modus penipuan maupun penggelapan, namun kemudian Yesus yang diminta oleh umat Kristiani untuk menebus hutang-hutang (berhutang adalah dosa itu sendiri) sang umat Kristiani. Itulah sebabnya, umat Kristiani begitu mencintai Yesus, karena umat Kristiani bahkan lebih licik daripada Yesus yang mereka sembah.

Tuhanis yang Kalah Humanis dengan Hakim Manusia

Yesus bahkan kalah “humanis”—terlebih “Tuhanis”—dengan hakim manusia di dunia manusia, yang memberlakukan prinsip egaliter dan “merit sistem” dengan menghukum yang patut dihukum, demi tegaknya keadilan bagi kalangan warga yang menjadi pihak korban.

Bahkan, korban-korbannya para pendosa tersebut, sekalipun adalah orang-orang baik, namun Yesus melemparkan dan mencampakkannya ke neraka semata karena memeluk agama non-Nasrani atau bahkan seorang ateis, sementara itu disaat bersamaan Yesus memasukkan ke alam surga dua penjahat alias pendosa yang turut disalib dengannya maupun jutaan / miliaran umat Kristiani (pendosa penjilat penuh dosa). Namun Yesus tidak pernah menyatakan akan turut menyelamatkan korban-korban dari para umat Kristiani.

Katakanlah, baik korban dan para “pendosa penjilat penuh dosa” tersebut turut dimasukkan ke surga oleh Yesus, maka itu sama artinya alam surgawi ialah “dunia manusia jilid kedua”, dimana penjahat yang disalib bersama Yesus disalib karena kejahatan merampok, memerkosa, dan membunuh sebagai contoh, maka ia akan kembali merampok, memerkosa, dan membunuh korban yang sama untuk kedua kalinya—yang kesatu-kalinya di dunia manusia dan untuk kali-keduanya mereka ulangi di alam surgawi.

Surga macam apakah itu? Surga yang menyerupai atau menjelma “tong sampah” raksasa bagi para “pendosa penjilat penuh dosa”. Sungguh agama bagi para pendosa, dimana umat pemeluknya terdiri dari para “pendosa penjilat penuh dosa” yang menjadi mayoritas atau bahkan penghuni sepenuhnya alam surgawi secara monopolistik—dimana bisa jadi alam neraka dihuni oleh orang-orang baik yang dicampakkan ke neraka oleh Yesus semata kerena tidak bersedia menjadi budak sembah-sujud Yesus yang haus akan sembah-sujud bak raja yang tiran.

Bukankah itu artinya, bisa jadi alam neraka jauh lebih beradab, lebih damai, lebih humanis, dan lebih harmonis ketimbang alam surga, versi Kristiani tentunya?

Bunuh Diri adalah Dosa, bahkan Dosa Yesus Sendiri Tidak Bisa Dihapus karena Yesus Bunuh Diri

Yesus tidaklah menebus dosa manusia dengan nyawanya, Yesus BUNUH DIRI dengan menyerahkan diri untuk disalib. Yesus katanya punya kesaktian, mengapa tidak meloloskan diri dari pihak yang ingin membunuhnya? Faktanya, Yesus menyerahkan diri untuk bunuh diri dengan membuat tangan Yudas dibanjiri dan dibasahi oleh darah Yesus. Penjahat yang paling tidak beruntung, adalah penjahat yang korbannya justru menyerahkan diri untuk dibunuh oleh sang penjahat. Pejabat yang paling beruntung ialah penjahat yang selalu gagal dalam setiap aksi jahatnya.

Sungguh malang nasib Yudas Iskariot, Yesus yang serahkan diri dalam rangka bunuh diri justru membuat tangan Yudas banjir oleh darah Yesus. Artinya, Yesus telah mencelakai Yudas sehingga Yudas masuk dalam lembah dosa, bukan sebaliknya.

Semua Orang Sanggup menjadi “Pendosa Penjilat Penuh Dosa”, namun Tidak Semua Orang Sanggup menjadi Suciwan maupun Ksatria
Kini, mari kita bahas fakta bahwa Agama Nasrani sejatinya merupakan “Agama SUCI” yang bersumber dari “Kitab SUCI”, ataukah justru merupakan “Agama DOSA” yang bersumber dari “Kitab DOSA”. Untuk itu penulis akan menguraikan tiga kategorisasi agama, dengan rincian sebagai berikut, untuk dapat para pembaca nilai dan jawab sendiri pertanyaan di atas.

  • Agama SUCI”, umatnya disebut sebagai SUCIWAN. Sebagaimana namanya, para atau kalangan suciwan penuh pengendalian diri, terlatih dalam aspek kendali diri (self control), dan penuh perhatian terhadap pikiran maupun perbuatannya sendiri, sehingga tidak pernah membutuhkan iming-iming ataupun memakan dan termakan ideologi korup semacam penghapusan dosa maupun penebusan dosa. Para suciwan begitu agung nan luhur, bersih, transparan, serta mulia. Untuk memuliakan Tuhan, satu-satunya cara ialah dengan menjadi manusia yang mulia, yakni menjadi seorang suciwan—bukan dengan “lip services” ala sembah-sujud puja-puji, namun lewat cara hidup sehari-hari yang penuh pengendalian diri serta bebas dari noda maupun cela.

  • Agama KSATRIA”, dimana pemeluknya tentu saja hanya kalangan yang memiliki jiwa selayaknya seorang ksatria. Para ksatria, demikian mereka disebut dan memiliki julukan—diberi gelar terhormat demikian, atas dasar pertimbangan sikap penuh keberanian para ksatria yang memilih untuk tidak lari dari tanggung jawab atas setiap perbuatannya, baik karena lalai maupun disengaja yang masih dapat atau telah pernah menyakiti, merugikan, ataupun melukai individu lainnya, namun pembeda paling kontras dengan kalangan pendosa ialah bila para pendosa memilih “cuci dosa” (sins laundring), maka para ksatria tanpa perlu dituntut tanggung jawab akan seketika tampil untuk bertanggung jawab secara penuh terhadap korban-korbannya. Hanya seorang pengecut yang melarikan diri dari tanggung jawab atas perbuatannya sendiri, karena itulah para pendosa diberi julukan juga sebagai para pengecut, berani berbuat namun tidak berani bertanggung jawab.
  • Agama DOSA”, agama bagi para pendosa alias agamanya para pendosa, dimana para umatnya tidak lain tidak bukan ialah kalangan pendosa. Disebut sebagai “Agama DOSA”, atas dasar inti atau esensi ajarannya ialah berpilar pada promosi “penghapusan / pengampunan dosa” maupun “penebusan dosa” alih-alih mengkampanyekan gaya hidup sehat berupa sikap penuh tanggung jawab ataupun cara hidup suci bebas dan bersih dari dosa.
“Agama DOSA” diminati oleh para pendosa, pengecut, plus pemalas—malas menanam Karma Baik (“merepotkan” kata mereka, maka buat apa juga dewa mau merepotkan diri menolong pemalas ini yang berbau busuk akibat dosa?), senang menanam Karma Buruk namun tidak mau direpotkan oleh tanggung jawab atas perbuatan-perbuatan buruknya sendiri, terlebih praktik latihan kesucian yang “melawan arus” mainstream. Sepanjang masih ada “demand” berupa para pendosa yang butuh penghapusan dosa, maka selama itu juga akan ada “supply” berupa “Agama DOSA”. Semakin banyak pendosa menghuni dunia ini, maka semakin laris-manis “Agama DOSA” laku terjual.

Juru Pembawa Petaka bagi Umat Manusia

Di dungu, akibat sifat “dungu” (kebodohan batin), merasa gembira celah dicelakai, itulah yang disebut sebagai kelirutahu—tahu, namun keliru. Karenanya, kita pun patut bertanya, apakah betul Yesus merupakan “Juru Selamat” atau sebaliknya, “Juru (Pembawa) Petaka”?

Bagi para pendosa yang berlinang dosa, berkubang dalam dosa, menimbun dan tertimbun segunung dosa, banjir dosa, terkubur dosa, maka Yesus tampak seperti “Juru Selamat” yang membawa “kabar gembira”, akibat kebodohan batin para umatnya yang penuh dosa tersebut. Namun di mata dan bagi orang-orang baik, Yesus merupakan “Juru Petaka”, mengingat orang-orang baik tidak lagi dapat masuk alam surgawi karena dimonopolisir oleh Yesus yang pamer kuasa—siapa yang tidak menjual jiwanya kepada Yesus dan menjadi budak sembah-sujud, masuk neraka jahanam!

Ketika atau pada zaman dimana sebelum Yesus lahir, tiada penjahat ataupun pendosa yang yakin bahwa setelah menimbun dirinya dengan banyak dosa, setelah mengoleksi dan mereproduksi segudang dosa, bahwa dirinya akan masuk alam surgawi setelah malaikat pencabut nyawa menghampirinya. Namun kini, setelah Yesus dilahirkan ke muka Bumi, Yesus yang notabene juga dilahirkan dari rahim seorang wanita—yang artinya juga Yesus membawa serta “dosa warisan”—para pendosa berbondong-bondong mengoleksi dosa, menimbun dirinya dengan dosa, berkubang dalam dosa, mengubur dirinya dalam-dalam dengan dosa, berlomba-lomba menjadi pendosa kelas berat, namun dengan penuh keyakinan bahwa dirinya akan masuk alam surga.

Jelas terdapat disparitas yang sangat lebar antara perspektif kalangan korban dan orang-orang baik yang berhadap-hadapan dengan perspektif kalangan “pendosa penjilat penuh dosa”. Bila memakai kacamata kalangan pendosa, jelas Natal merupakan “kabar gembira”, dan disaat bersamaan menjadi “kabar buruk” bagi kalangan para korban dari para pendosa tersebut. “Berkah” bagi pendosa, selalu merupakan “petaka” bagi kalangan korban.