Tuhan menurunkan wahyunya
kepada umat manusia,
“Saya adalah
Sang PENCIPTA, menciptakan bumi dan alam semesta serta segala isinya.”
Selayaknya bagi
kita,
Umat manusia,
Untuk mulai berani menjawab
tegas,
“SO WHAT, gitu loh?”
Pada saat itulah,
Tuhan benar-benar “gigit
jari”.
Anda pun bisa
menambahkan,
“Tidak pernah
saya meminta untuk diciptakan dan bila bisa memilih, maka saya memilih untuk
tidak pernah dilahirkan ke alam dunia manapun.”
Tuhan pun murka,
Bisa tersinggung
layaknya manusia,
Alias menjelma menjadi
personifikasi manusia,
Yang mudah ditebak
dan untuk disetir emosinya,
“Kamu durhaka!”
Anda berhak untuk membantah,
“Orangtua
melahirkan anak dan wajib bertanggung jawab kepada anak, karena anak tidak pernah
meminta untuk dilahirkan.”
Tuhan mulai berpikir
keras,
Agar manusia ciptaannya
mau tunduk dan menggadaikan jiwanya agar bersedia menjadi hamba Tuhan,
“Hidup ini
adalah NIKMAT.”
“Itu adalah HOAX
terbesar Tuhan. Manusia tidak butuh cobaan, hidup sudah cukup merepotkan. Harus
makan berapa kali sehari, harus mandi dan buang air setiap hari, harus bekerja
mencari makan setiap harinya, belum lagi bila jatuh sakit, berjumpa dengan manusia
jahat ciptaan Tuhan. Gunung api meletus, meletusnya gunung alami adalah
alamiah. Gempa bumi, lempeng tektonik bergesekan mengakibatkan gempa, adalah
alamiah. Hidup manusia ibarat semut, ringkih tanpa kepastian dan tanpa ada yang
bisa digenggam erat terhadap segala sesuatu yang berkondisi.”
“Kan, ada hal-hal
yang nikmat yang bisa dinikmati.”
“Iya, tapi
harganya mahal. Ultra process food, enak tapi tidak menyehatkan. Menikah,
konsekuensinya harus mengasuh anak sepanjang hidup, belum lagi resiko penyakit
menular seksual, belum lagi resiko anak mengidap penyakit cacat, dan belum lagi
anak beresiko tumbuh menjadi anak nakal. Punya banyak aset tanah, sama artinya
memecah-belah anak-anak yang kelak menjadi ahli waris yang saling bersengketa
memperebutkan warisan. Kenikmatan duniawi, ibarat ular, dipegang ekornya namun
kepala sang ular mematuk kita.”
“Saya, Tuhan,
adalah pencipta kamu. Suka-suka saya mau apakan kamu!”
“Itu namanya
OTORITER! Itulah sebabnya, bila boleh memilih, tidak mau saya dilahirkan
ataupun diciptakan ke alam dunia manapun, terutama oleh Tuhan yang OTOTIER bak
DIKTATOR!”
“Itu hanya
cobaan saja, sehingga manusia menderita di dunia ini.”
“Tuhan, gelarnya
ialah Profesor LING LUNG. Umur umat manusia, sudah sama tuanya dengan usia Planet
Bumi ini. Masih perlu dicoba-coba? Memangnya siapa yang menciptakan manusia lengkap
dengan segala software yang mengisi kepalanya, sehingga masih perlu dijadikan ‘kelinci
percobaan’?”
“Kan, ada sorga
nantinya.”
“Surga? Isinya surga
justru dijejali orang-orang jahat bernama pendosawan, yang mencandu dan
kecanduan ‘PENGHAPUSAN DOSA’! Bung, hanya seorang ‘KORUPTOR DOSA’ yang butuh iming-iming
KORUP semacam itu!”
“Itu sih,
perbuatan orang-orang jahat.”
“Oh, jadi
sesuatu bisa terjadi, tanpa kehendak, rencana, ataupun izin dan kuasa Tuhan?
Berarti Tuhan tidak Omnipotent, namun IMPOTEN!”
“Kan, bisa
melapor atau mengadu kepada Tuhan jika ada kejahatan oleh orang-orang jahat.”
“Iya, tapi si
pelakunya, si pendosawan penjahat ini, adalah ‘PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA’.
Artinya, Tuhan lebih PRO terhadap PENDOSA, alih-alih bersikap adil terhadap
kalangan korban. Bahasa lainnya, Tuhan telah merampas hak-hak korban!”
“Kamu sudah durhaka
terhadap yang menciptakan kamu, yakni saya, Tuhan!”
“Terus, saya mau
dilempar ke neraka, begitu?”
“Yup, itu juga
kuasa saya, Tuhan!”
“Neraka adalah
MONUMEN KEGAGALAN TUHAN, simbol kegagalan Tuhan dalam proses penciptaan umat manusia.
Saat Tuhan menciptakan neraka, disaat bersamaan Tuhan jugalah yang secara
sengaja menciptakan watak buruk dan kekotoran batin umat manusia. Ibarat sengaja
memasang ranjau. Lantas, siapa yang harus bertanggung-jawab disini, pencipta
atau ciptaannya? Semestinya Tuhan merasa malu dan gagal, ketika neraka semakin
besar monumen yang mengisinya! Murid-murid sekolah paling bodoh saja sengaja
diluluskan, agar pihak sekolah tidak dianggap telah gagal mendidik anak murid.”
“Di surga, enak
loh, bisa bersetubuh dengan puluhan bidadari sampai puas! Selaput dara utuh
seperti perawan kembali.”
“Tumimbal lahir
adalah NEVER ENDING STORIES. Dewa penghuni surga, akan jatuh kembali ke alam rendah
ketika buah Karma Baiknya habis. Semua orang pernah terlahir sebagai orang
kaya, miskin, raja, budak, cantik, buruk rupa, sebagai dewa, sebagai hewan,
sebagai roh gentayangan, sebagai penghuni neraka. Itulah yang disebut sebagai DUKKHA,
siklus kelahiran kembali tanpa akhir! Tidak ada sinetron yang lebih membosankan
daripada episode yang selalu ‘TO BE CONTINUE...’.”
“Yang bikin
dunia ini tidak enak, adalah orang jahat.”
“Justru pertanyaannya
ialah, ‘SIAPA YANG MENCIPTAKAN ORANG JAHAT LENGKAP DENGAN SIFAT JAHATNYA
TERSEBUT’? Menjadi orang baik, apakah belum cukup memuliakan Tuhan? Ketika kita
disakiti orang jahat, kita pun akan berkata, ‘Betapa sialannya Tuhan yang telah
menciptakan orang jahat tersebut dan yang telah mengizinkan terjadinya kejahatan
tersebut!’”
“Saya, Tuhan,
tidak pernah tidur.”
“Kesenjangan
sosial dan ekonomi yang kian lebar, adalah bukti bahwa Tuhan selama ini telah
lama tertidur pulas.”
“Itu sih, karena
godaan setan.”
“Oh, berarti Tuhan
kalah dong, sama setan, karena sesuatu bisa terjadi tanpa seizin maupun rencana
dan kuasa Tuhan?”
“Tidak ada
manusia yang berhasil melawan saya, Tuhan!”
“Mengapa Tuhan mirip
raja yang lalim, senang ketika disembah dan marah ketika tidak dipuja-puji? Sang
Buddha berjuang untuk memutus belenggu tumimbal-lahir, sehingga tidak lagi
tercipta ataupun diciptakan. Artinya, seorang Buddha terbukti telah mampu untuk
melawan dan mengalahkan Tuhan!”
“Coba kamu
lihat, betapa luas megahnya alam semesta ini, banyak galaksi!”
“Justru lebih
banyak planet mati yang membosankan dan ruang gelap di luar angkasa sana
disamping lubang hitam. Planet bumi penuh oleh manusia-manusia jahat yang berlomba-lomba
mencandu ‘PENGHAPUSAN DOSA’. Saya tidak tertarik dan tidak butuh diciptakan!”
“Jadi, kamu
memilih tidak pernah diciptakan oleh saya, Tuhan?”
“Sutta Pitaka
mengebutkan, kelahiran kembali manusia dikehidupan sebelumnya, jumlah
tulang-belulangnya bila ditumpuk, gunung tertinggi pun kalah tinggi. Air mata
yang telah mereka teteskan di kehidupan-kehidupan sebelumnya, jauh lebih banyak
daripada jumlah air pada samudera. Sekarang saya, umat manusia, bertanya kepada
kamu, wahai Tuhan, apakah Anda layak untuk disembah dan dihormati ataukah lebih
patut untuk dilawan dan dikalahkan seperti jejak langkah seorang Buddha?”
“... . Tunggu
sebentar, saya tanya AI dulu. Mungkin sudah ada jawabannya.”
© Hak Cipta HERY SHIETRA.
