Psikologi Dibalik Praktek KORUPSI Berjemaah dan Perilaku MERUSAK LINGKUNGAN HIDUP

Bangsa Indonesia Tidak Memandang Tanah Air-nya yang Subur sebagai “Tanah Suci”, namun Padang Pasir Tandus di Arab

Bangsa Indonesia Tidak Memandang Perilaku “Tidak Korupsi” sebagai “Suci”, namun Dogma “Penghapusan Dosa” sebagai Satu-Satunya yang “Suci” (Kembali ke Fitri)

Bangsa Indonesia, faktanya, merupakan kaum agamais yang “BUTA AKSARA”. Mereka mengusung doktrin “mencuri dan korupsi, hukumannya ialah POTONG TANGAN”, “berzina, hukumannya ialah RAJAM”, sesuai hukum syariat. Faktanya, sumber otentik agama islam, salah satunya yakni hadist, justru mengatakan sebaliknya : HUKUM POTONG TANGAN SAMA SEKALI TIDAK EFEKTIF MEMBUAT JERA PELAKU PENCURIAN, juga “anti tabayun” alias “anti audi et alteram partem” (memvonis semata berdasarkan “katanya, katanya, dan katanya” dimana tersangka sama sekali tidak diberi kesempatan membela diri).

Merujuk pada pandangan dalam mazhab Syafi'i mengenai hukuman berulang bagi pencuri, yang didasarkan pada riwayat dari Abu Hurairah. Menurut riwayat tersebut, bila seseorang mencuri, hukuman yang diberikan secara bertahap jika terjadi pengulangan perilaku mencuri adalah sebagai berikut:

- Pencurian pertama: Dipotong tangan kanannya.

- Pencurian kali kedua: Dipotong kaki kirinya.

- Pencurian kali ketiga: Dipotong tangan kirinya.

- Pencurian kali keempat: Dipotong kaki kanannya.

Pendapat ini didasarkan pada riwayat yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib, yang juga sejalan dengan pandangan mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hanbali. Namun, pandangan mazhab Hanafi berbeda, di mana untuk pencurian ketiga dan seterusnya, pelaku dipenjara, bukan dipotong anggota tubuhnya lagi. Masih juga bangsa “agamais” yang tampaknya “buta aksara” ini menerapkan vonis “potong tangan, sekalipun terbukti tidak efektif.

Mari kita simak sumber rujukan otentiknya, dimana telah ternyata wahyu Allah ialah “vonis MATI” bagi pelaku pencurian, bukan “potong tangan” yang merupakan bentuk “konsensus warga” atau sebagai kompromi terhadap protes terhadap wahyu Allah—dalam “Partial Translation of Sunan Abu-Dawud, Book 33: Prescribed Punishments” (Kitab Al-Hudud) Book 33, Number 4396:

Narrated Jabir ibn Abdullah:

A thief was brought to the Prophet (peace_be_upon_him). He said: Kill him. The people said: He has committed theft, Apostle of Allah! Then he said: Cut off his hand. So his (right) hand was cut off. He was brought a second time and he said: Kill him. The people said: He has committed theft, Apostle of Allah! Then he said: Cut off his foot.

So his (left) foot was cut off.

He was brought a third time and he said: Kill him.

The people said: He has committed theft, Apostle of Allah!

So he said: Cut off his hand. (So his (left) hand was cut off.)

He was brought a fourth time and he said: Kill him.

The people said: He has committed theft, Apostle of Allah!

So he said: Cut off his foot. So his (right) foot was cut off.

He was brought a fifth time and he said: Kill him.

So we took him away and killed him. We then dragged him and cast him into a well and threw stones over him.

===

Narrated Jabir ibn Abdullah: A thief was brought to the Prophet Muhammed (saw). He said: Kill him. The people said: He has committed theft, Messenger of Allah! Then he said: Cut off his hand. So his (right) hand was cut off.

He was brought a second time and he said: Kill him. The people said: He has committed theft, Messenger of Allah! Then he said: Cut off his foot. So his (left) foot was cut off.

He was brought a third time and he said: Kill him. The people said: He has committed theft, Messenger of Allah! So he said: Cut off his hand. (So his (left) hand was cut off.)

He was brought a fourth time and he said: Kill him. The people said: He has committed theft, Messenger of Allah! So he said: Cut off his foot. So his (right) foot was cut off.

He was brought a fifth time and he said: Kill him. So we took him away and killed him. We then dragged him and cast him into a well and threw stones over him. (Abu Dawud: Book 38, Number 4396)

Other sources:

Sunan Abu Dawud, 4410.

Sunan Abu Dawud, Vol. 5, Book of Prescribed Punishments (Kitab Al-Hudud), Hadith 4396.

Sunan Abu Dawud, Book of Prescribed Punishments (Kitab Al-Hudud), Hadith 4396

Mengapa orang Indonesia suka merusak alam, semisal membuang sampah sembarangan dan kearab-araban dalam segi busana, tradisi, bahasa, dan cara hidup? Karena mereka tidak memandang bahwa Tanah Air-nya adalah “tanah suci”, karenanya Indonesia perlu diubah bak Arab, mulai dari kondisi bentang alam (menjelma padang pasir), bahasa, busana, hingga mengubah agama nenek-moyang Nusantara dari Buddhist (abad ke-5 hingga ke-15 Masehi) menjelma “PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA”.

Mereka tidak memandang “tidak korupsi” sebagai perbuatan suci, mereka memandang doa permohonan “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN / PENEBUSAN DOSA” (abolition of sins) sebagai satu-satunya yang disebut sebagai “suci” karena “kembali ke fitri” meskipun antara “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN” adalah bundling terhadap “DOA PENGHAPUSAN DOSA.

Cobalah amati gaya hidup mereka yang menyebut “babi sebagai HARAM” sementara “mencandu PENGHAPUSAN DOSA sebagai HALAL LIFESTYLE”. Setiap harinya, tanpa malu ataupun tabu, mereka mengumandangkan kampanye “PENGHAPUSAN DOSA” lewat speaker pengeras suara ke publik, alih-alih mempromosikan gaya hidup higienis dari dosa dan maksiat. Setiap hari raya keagamaan mereka, para pendosawan demikian pesta pora “konsumsi meningkat, minta dihormati, serta DOSA-DOSA SETAHUN DIHAPUSKAN”. Ketika meninggal, mereka meminta agar di-doakan “PENGHAPUSAN DOSA” bagi sang almarhum pendosawan.

Bila bangsa kita memandang, menyikapi, meyakini, menghayati, dan menilai bahwa Tanah Air-nya sendiri adalah “tanah suci”, maka tidak akan mereka membuang sampah sembarangan ke sungai, ke tanah pinggir jalan, menebang pohon sembarangan, membuat pencemaran lingkungan, menimbulkan polusi, melakukan kejahatan, membuat kumuh dan jorok, termasuk praktek “polusi suara” lewat speaker pengeras suara saat mereka menjalankan praktek ritualnya.

Bila bangsa kita memahami, menjiwai, serta mengimani bahwa “tidak korupsi” adalah hal yang suci, maka tidak akan mereka menjelma “PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA”. Terhadap dosa dan maksiat, mereka begitu kompromistik. Namun, terhadap kaum yang berbeda keyakinan, mereka begitu intoleran—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

Tidak ada yang benar-benar dapat kita curangi dalam hidup ini. PENDOSA yang mencandu “PENGHAPUSAN DOSA”, bukanlah disucikan, namun menjelma “KORUPTOR DOSA”. Seseorang menjadi suci atau tercela, karena perbuatannya. Untuk memuliakan Tuhan, ialah dengan cara menjadi manusia yang mulia, bukan menjelma “KORUPTOR DOSA”. Mengapa tidak menggunakan sumber daya waktu yang terbatas sifatnya, secara baik untuk sibuk menanam perbuatan baik ataupun sibuk bertanggung-jawab kepada korban alih-alih membuang-buang waktu maupun kesempatan yang ada untuk sibuk “lari dari tanggung-jawab” (sikap pengecut yang jauh dari sifat ksatria)?—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]