Dana Dhamma adalah Dana Tertinggi, sementara Dogma Agama Samawi merupakan Kejahatan Terbesar

Mengapa Dana Berupa Dhamma merupakan Dana yang Tertinggi diantara Jenis-Jenis Dana lainnya?

Ada banyak kriteria atau jenis dana yang dikenal dalam Buddhisme, mulai dari dana berupa donasi uang, dana tenaga, dana organ tubuh seperti donor darah, dana pikiran, dana “senyum”, dana welas-asih (dana dengan meditasi ber-objek welas-asih yang dipancarkan ke orang lain), hingga dana Dhamma (ajaran kebenaran dan kebajikan).

Sang Buddha menyebut bahwa dana Dhamma adalah dana tertinggi. Atas alasan apakah atau mengapa demikian?

Sudah menjadi fenomena umum, ketika terjadi bencana alam, pada satu minggu pertama berbagai bantuan dari masyarakat mengalir deras, bahkan dana donasi berupa makanan berkelimpahan. Namun, memasuki bulan kedua, hingga bulan ketiga, bantuan-bantuan tersebut berangsur-angsur berkurang secara drastis sekalipun yang ditolong belum benar-benar tertolong sepenuhnya dari bencana atau keluar dari kesulitan.

Sering kita mendengar kabar bahwa ada umat Buddhist, yang karena mendapatkan perhatian lebih dari umat agama seberang, saat ia terbaring sakit di rumah sakit, membuat dirinya kemudian pindah agama. Memberikan donasi atau bantuan, umpama “ikan”, bukan “kail untuk memancing”, sehingga sifatnya bukanlah permanen, namun temporer saja.

Pernah ada yang menyebutkan, butuh 1% (satu persen) orang baik di suatu wilayah agar tidak terjadi bencana alam di wilayah tersebut. Sementara bila penduduknya lebih banyak yang jahat, maka akan terjadi bencana alam seperti kebakaran, banjir, topan, gunung meletus, gempa, tsunami, dan sebagainya.

Dengan ajaran untuk mempromosikan gaya hidup higienis dari dosa dan maksiat, alih-alih meng-kampanyekan pola hidup “KECANDUAN PENGHAPUSAN DOSA”, maka seseorang terhindar dari malapetaka. Adapun musibah ataupun malapetaka maupun marabahaya, merupakan buah atau akibat dari Karma Buruk yang ditanam sendiri oleh seseorang di kehidupan lampau—alias hukum sebab dan akibat, aksi dan reaksi, menjadi pewaris dan terlahir dari perbuatannya sendiri.

Dengan ajaran yang mempromosikan kebiasaan untuk rajin menanam benih-benih Karma Baik, alih-alih membuang waktu sibuk memohon, mengemis, dan menengadahkan tangan meminta-minta tanpa martabat maupun harga diri, maka seseorang akan banyak terbantu dari buah manis Karma Baik yang berbuah, sebagai “pulau pelindung diri”.

Salah satu Dhamma yang dapat kita simak ialah khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:

ngan kutipan sebagai berikut:

21 (1) Ugga (1)

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu!”

“Yang Mulia!” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

“Para bhikkhu, kalian harus mengingat perumah tangga Ugga dari Vesālī sebagai seorang yang memiliki delapan kualitas yang menakjubkan dan mengagumkan.” [209] Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā.

Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya. Kemudian, pada pagi harinya, seorang bhikkhu tertentu merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan mendatangi kediaman perumah tangga Ugga dari Vesālī.

Ketika ia tiba, ia duduk di tempat yang dipersiapkan untuknya. Kemudian perumah tangga Ugga dari Vesālī mendatangi bhikkhu tersebut, bersujud kepadanya, dan duduk di satu sisi. Kemudian bhikkhu itu berkata kepadanya:

“Perumah tangga, Sang Bhagavā menyatakan bahwa engkau memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Apakah itu?”

“Aku tidak tahu, Bhante, delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā. Akan tetapi, ada padaku delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, perumah tangga,” bhikkhu itu menjawab. Perumah tangga Ugga dari Vesālī berkata sebagai berikut:

(1) “Ketika, Bhante, pertama kali aku melihat Sang Bhagavā dari kejauhan, segera ketika aku melihat Beliau pikiranku memperoleh keyakinan pada Beliau. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan pertama yang terdapat dalam diriku.

(2) “Dengan pikiran penuh keyakinan, aku menantikan Sang Bhagavā. Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepadaku, yaitu khotbah tentang berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya, keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan-kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan keduniawian. Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiranku telah lunak, lembut, bebas dari rintangan, terbangkitkan, dan penuh keyakinan, Beliau [210] mengungkapkan ajaran Dhamma itu yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Kemudian, bagaikan sehelai kain bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dapat menyerap warna celupan, demikian pula, selagi aku duduk di tempat duduk yang sama itu, mata-Dhamma yang tanpa noda, bebas dari debu, muncul dalam diriku: ‘Apa pun yang tunduk pada kemunculan semuanya tunduk pada kelenyapan.’ Aku melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan, mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru. Di sana juga aku menyatakan berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Sagha, dan menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke dua yang terdapat dalam diriku.

[Kitab Komentar : Brahmacariyapañcamāni sikkhāpadāni. Ini adalah lima aturan yang biasa, tetapi dengan “menghindari aktivitas seksual” menggantikan “menghindari hubungan seksual yang salah” sebagai aturan ke tiga.]

(3) “Aku memiliki empat istri yang masih muda. Aku kemudian mendatangi mereka dan berkata: ‘Saudari-saudari, aku telah menerima aturan-aturan latihan dengan hidup selibat sebagai yang ke lima. Jika kalian mau, kalian dapat menikmati kekayaan di sini dan melakukan perbuatan berjasa, atau kembali kepada lingkaran keluarga kalian, atau memberitahukan kepadaku jika kalian ingin agar aku menyerahkan kalian kepada laki-laki lain.’ Kemudian istriku yang tertua berkata kepadaku: ‘Tuan muda, serahkanlah aku kepada laki-laki itu.’ Aku memanggil laki-laki itu, dan dengan tangan kiriku memegang istriku, dengan tangan kananku memegang kendi upacara, aku menyerahkannya kepada laki-laki itu. Tetapi bahkan selagi menyerahkan istriku yang masih muda, aku tidak ingat ada terjadi perubahan dalam pikiranku. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tiga yang terdapat dalam diriku. [211]

(4) “Keluargaku kaya tetapi kekayaan itu dibagikan secara tanpa syarat dengan orang-orang bermoral dan berkarakter baik. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke empat yang terdapat dalam diriku.

(5) “Kapan pun aku melayani seorang bhikkhu, aku melayaninya dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke lima yang terdapat dalam diriku.

(6) “Jika yang mulia itu mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mendengarkan dengan hormat, bukan dengan tidak hormat. Jika ia tidak mengajarkan Dhamma kepadaku, maka aku mengajarkan Dhamma kepadanya. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke enam yang terdapat dalam diriku.

(7) “Bukanlah tidak biasa bagi para dewata mendatangi dan memberitahukan kepadaku: ‘Perumah tangga, Dhamma telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Kemudian aku berkata kepada para dewata itu: ‘Apakah engkau mengatakannya atau tidak, tetapi Dhamma memang telah dibabarkan dengan sempurna oleh Sang Bhagavā.’ Namun, aku tidak ingat kegirangan pernah muncul karena para dewata mendatangiku atau karena aku berbicara dengan para dewata itu. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang terdapat dalam diriku.

(8) “Dari kelima belenggu yang lebih rendah yang diajarkan oleh Sang Bhagavā, aku tidak melihat satu pun yang belum kutinggalkan. Ini adalah kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke delapan yang terdapat dalam diriku. [212]

[Kitab Komentar : Dengan ini ia menyatakan dirinya sebagai “yang-tidak-kembali”.]

“Ini, Bhante, adalah kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan yang terdapat dalam diriku. Tetapi aku tidak mengetahui delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan apa yang kumiliki yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah menerima dana makanan dari kediaman perumah tangga Ugga dari Vesālī, bangkit dari duduknya dan pergi. Setelah makan, setelah kembali dari perjalanan menerima dana makanan itu, ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan melaporkan kepada Beliau seluruh pembicaraannya dengan perumah tangga Ugga dari Vesālī.

[Sang Bhagavā berkata:] “Bagus, bagus, bhikkhu! Aku telah menyatakan bahwa perumah tangga Ugga dari Vesālī memiliki delapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini yang sama dengan yang ia jelaskan kepadamu. Engkau harus mengingat perumah tangga Ugga dari Vesālī sebagai seorang yang memiliki kedelapan kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.”

Sebaliknya, agama samawi merupakan “Adhamma”, alias “kontra Dhamma” atau berkebalikan dari Dhamma, merupakan ajaran yang justru mempromosikan “PENGHAPSUAN DOSA” (abolition of sins) bagi “KORUPTOR DOSA” alih-alih meng-kampanyekan gaya hidup higienis dari dosa dan maksiat. Perbuatan atau berbuat “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN” sifatnya selalu bundling dengan dogma korup semacam “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN / PENEBUSAN DOSA”.

Terhadap dosa dan maksiat, mereka begitu kompromistik. Namun, terhadap kaum yang berbeda keyakinan, mereka begitu intoleran. Untuk seumur hidup mereka, ketergantungan dan kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” sehingga menyerupai orang mabuk yang mencandu zat adiktif yang harus mereka konsumsi sepanjang hidup mereka—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

Tidak ada yang benar-benar dapat kita curangi dalam hidup ini. PENDOSA yang mencandu “PENGHAPUSAN DOSA”, bukanlah disucikan, namun menjelma “KORUPTOR DOSA”. Seseorang menjadi suci atau tercela, karena perbuatannya. Untuk memuliakan Tuhan, ialah dengan cara menjadi manusia yang mulia, bukan menjelma “KORUPTOR DOSA”. Mereka terlampau pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik, dan disaat bersamaan terlampau pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri. Tetap saja, “kasta” terendah dan tercela demikian berdelusi sebagai kaum paling superior yang merasa berhak untuk menjadi “polisi moral” yang menghakimi kaum lainnya.

Mengapa tidak menggunakan sumber daya waktu yang terbatas sifatnya, secara baik untuk sibuk menanam perbuatan baik ataupun sibuk bertanggung-jawab kepada korban alih-alih membuang-buang waktu maupun kesempatan yang ada untuk sibuk “lari dari tanggung-jawab” (sikap pengecut yang jauh dari sifat ksatria)? Pendosa, namun hendak berceramah perihal akhlak, hidup suci, bersih, baik, jujur, dan lurus serta mulia? Orang BUTA hendak menuntun BUTAWAN lainnya? Neraka pun dipandang sebagai “surga”. Bukan “tobat” namanya, bila seumur hidup mencandu serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA”—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]