Tidak Ada Manusia yang Sempurna, Alibi Sempurna untuk Memelihara, Melestarikan, dan Memberi Makan Kekotoran Batin

Agama Samawi justru Mendidik dan Membiasakan Umatnya Hidup dan Mati dengan Vonis sebagai PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA

Question: Ketika ada orang yang menyakiti atau merugikan diri kita, lalu ia berkelit dari tanggung-jawab dengan berkata kepada kita, “Tidak ada orang yang sempurna!”, maka apa yang bisa jadi tanggapan kita?

Brief Answer: Jika memang manusia dilahirkan / diciptakan tidak sempurna, maka bukanlah salah “bunda mengandung” juga bukan salah umat manusia, namun salahkan “Sang Pencipta” yang menciptakan umat manusia lengkap dengan segala kekurangan, negativitas, beracun, kejahatan, cacat, keserakahan, kebodohan, kemalasan, keberingasan, dan kekotoran batinnya. Menjadi aneh dan tidak logis, “Sang Pencipta” yang telah menciptakan kekurangan-kekurangan umat manusia dan disaat bersamaan menciptakan pula alam neraka untuk mencampakkan hasil ciptaan “Sang Pencipta” yang gagal atau cacat “produksi”, seakan neraka merupakan “tong sampah” dimana “Sang Pencipta” melakukan aksi “cuci tangan”. Terlagipula, neraka merupakan MONUMEN KEGAGALAN TUHAN.

Tanyakan balik kepada sang pelaku kejahatan yang berkelit dibalik alibi “tidak ada manusia yang sempurna”, mengapa ia menyalah-gunakan ketidak-sempurnaan dirinya dan bersembunyi dibalik alibi demikian? Bila memang umat manusia dikodratkan untuk “tidak sempurna”, namun mengapa sang umat manusia memilih untuk menjadi seorang PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA, alih-alih memilih untuk menempuh jalan ksatriawan yang berjiwa ksatria dengan gagah-berani berani untuk mengambil tanggung-jawab atas perbuatan buruknya sendiri terhadap korban-korban yang telah pernah atau masih sedang ia sakiti, lukai, maupun rugikan?

Mengapa juga tidak berlatih disiplin diri ketat bernama “self-control”, alih-alih membuat kian liar kekotoran batin yang bersarang dalam diri mereka. Jika kekotoran batin tersebut dapat dikikis lewat praktik nyata menghindari perbuatan buruk dan memperbanyak perbuatan bajik, mengapa justru memelihara kekotoran batin demikian? Apa juga maksud dan tujuan yang bersangkutan melestarikan kekotoran batinnya sendiri, dan mengambil keuntungan darinya dengan merugikan pihak lain?

Itulah sebabnya, kaum muslim pemeluk agama islam sering berkata, “merugi tidak memeluk islam” atau seperti “kaum NON adalah kaum yang merugi”, karena dengan menjadi seorang muslim, mereka bisa mencandu “PENGHAPUSAN DOSA” yang lebih adiktif daripada obat-obatan terlarang, sehingga kesibukan mereka ialah mengoleksi segudang dosa serta menimbun diri dengan segunung dosa-dosa, alih-alih menyibukkan diri berbuat kebajikan, berlatih kontrol-diri, maupun bertanggung-jawab kepada kalangan korban yang telah pernah mereka lukai, sakiti, maupun rugikan.

PEMBAHASAN:

Untuk mengarah kepada kemajuan, maka umat perlu diajarkan dan dibiasakan untuk mengikis kekotoran batin dengan tidak memberi makan kekotoran batin yang bersarang dalam diri, dan disaat bersamaan menanamkan disiplin latihana diri ketat yang bernama “self-control”, sebagaimana khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:

25 (5) Ketidak-munduran (3)

“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang tujuh prinsip ketidak-munduran. Dengarkan dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, Bhante,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: [23]

“Dan apakah, para bhikkhu, tujuh prinsip ketidak-munduran itu?

(1) “Selama para bhikkhu memiliki keyakinan, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.

(2) Selama mereka memiliki rasa malu, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.

(3) Selama mereka memiliki rasa takut, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.

(4) Selama mereka terpelajar, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.

(5) Selama mereka bersemangat, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.

(6) Selama mereka penuh perhatian, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.

(7) Selama mereka bijaksana, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.

“Para bhikkhu, selama ketujuh prinsip ketidak-munduran ini berlanjut di antara para bhikkhu, dan para bhikkhu terlihat [kokoh] di dalamnya, maka hanya pertumbuhan yang menanti mereka, bukan kemunduran.”

~0~

33 (2) Rasa Malu

“Tadi malam, para bhikkhu, ketika malam telah larut, sesosok dewata tertentu dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, [29] mendatangiKu, bersujud kepadaKu, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadaKu: ‘Bhante, ada tujuh kualitas yang mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu. Apakah tujuh ini? Penghormatan kepada Sang Guru, penghormatan kepada Dhamma, penghormatan kepada Sagha, penghormatan kepada latihan, penghormatan kepada konsentrasi, penghormatan kepada rasa malu, dan penghormatan kepada rasa takut. Ketujuh kualitas ini mengarah pada ketidak-munduran seorang bhikkhu.’ Ini adalah apa yang dikatakan oleh dewata tersebut. Kemudian dewata tersebut bersujud kepadaKu, mengelilingiKu dengan sisi kanannya menghadapKu, dan lenyap dari sana.”

Hormat kepada Sang Guru,

hormat kepada Dhamma,

hormat kepada Sagha,

hormat kepada konsentrasi, bersungguh-sungguh,

sangat menghormati latihan,

memiliki rasa malu dan rasa takut,

sopan dan hormat:

Seorang demikian tidak akan jatuh,

Melainkan dekat pada nibbāna.

Sebaliknya, tidak ada orang suci ataupun berjiwa ksatria dalam diri umat agama samawi, dimana mereka justru dididik untuk menjadi pemalas yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik dan disaat bersamaan menjelma pengecut yang begitu pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri, UNTUK SEUMUR HIDUPNYA serta menjadi VONIS MATINYA. Hidup dan mati para umat agama samawi, tidak ada kemajuan, selain berupa kemunduran menjelma seorang PENDOSA PENJILAT PECANDU PENGHAPUSAN DOSA. Bung, hanya seorang KORUPTOR DOSA dan PENDOSAWAN yang butuh iming-iming KORUP semacam “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN / PENEBUSAN DOSA” (abolition of sins).

Adapun bukti tiada orang suci dalam islam, sejarah islam, ulama muslim, diantara umat muslim, maupun dalam ajaran islam, meski ganjilnya ialah menamakan diri mereka sebagai “Agama SUCI yang bersumber dari Kitab SUCI” alih-alih secara terbuka menyebutnya sebagai “Agama DOSA yang bersumber dari Kitab DOSA”—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

PENDOSA, namun hendak berceramah perihal akhlak, moral, hidup suci, luhur, adil, jujur, mulia, agung, lurus, bertanggung-jawab, berjiwa ksatria, dan bersih? Itu menyerupai ORANG BUTA yang hendak membimbing para BUTAWAN lainnya, berbondong-bondong secara deras menuju jurang-lembah nista, dimana neraka pun diyakini sebagai surga. Alhasil, sang nabi rasul Allah dalam keseharian lebih sibuk mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” (bagi PENDOSA maupun KORUPTOR DOSA, tentunya), alih-alih introspeksi diri, mengenali serta mengakui perbuatan buruknya, meminta maaf kepada korban-korbannya, terlebih menggunakan waktu yang ada untuk bertanggung-jawab kepada mereka, lebih sibuk lari dari tanggung-jawab (“cuci tangan” dan “cuci dosa”) ketimbang sibuk untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya sendiri.

Pertanyaannya, bila manusia tidak boleh “perfect” agar Allah tidak merasa tersaingi karena ada kompetitor, mengapa juga harus menjadi manusia bersimbah dosa pengecut dan pecundang semacam di bawah ini—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]