Gado-Gado Carina Bojong Indah, HARAM (BERACUN & JOROK TIDAK DICUCI, BUMBUNYA PESTISIDA PLUS KUMAN PENYAKIT)

Gado-Gado Carina, Bojong Indah, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat, Bumbunya PESTISIDA, TOXIC! BERACUN! Halal ataukah Haram?

Gado-Gado Carina Menjual RACUN untuk Dimakan Konsumennya yang Bayar Mahal!

Gado-Gado Carina JUAL MAHAL NAMUN JUSTRU MERUSAK DAN MENCELAKAI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KONSUMENNYA, DURHAKA, PENDOSA, JAHAT!

Menjual masakan yang sama sekali tidak dicuci, beracun, membahayakan kesehatan konsumen, disebut makanan HALAL? Makanan beracun adalah HARAM, namun PENJUALNYA LEBIH HARAM LAGI!

Terdapat rumah makan yang menjual masakan tradisional semacam “gado-gado” dan “karedok”, bernama “GADO-GADO CARINA” di Jl. Carina Sayang, RT.5/RW.10, Rw. Buaya, Kecamatan Cengkareng, Kota Jakarta Barat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Gado-Gado Carina Sayang Bojong Indah, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat

Kita semua mengetahui, hampir seluruh komponen gado-gado maupun karedok merupakan berbahan baku sayur-sayuran, terutama karedok yang bahannya ialah sayuran mentah yang tidak dimasak, sehingga higienisme menjadi syarat mutlak dan merupakan hak calon konsumen untuk memastikan apa yang mereka beli, bayar, dan makan.

Gado-Gado Carina bumbunya PESTISIDA, jorok, sayurannya TIDAK DICUCI SAMA SEKALI! Penjualnya TIDAK TAKUT DOSA merampas kesehatan dan keselamatan konsumennya, selama PULUHAN TAHUN!--Pendosa namun Agamais, ironis!

Kita semua juga tahu, sayur-mayur di Indonesia ditanam dengan gempuran semprotan pestisida yang karsinogenik pemicu kanker, terutama dimakan tanpa dicuci bersih terlebih dahulu dari residu pestisida yang menempel dan mengerak di sayuran tersebut.

Belum lagi kotoran tikus, kencing tikus, kotoran anjing, bakteri, virus, kuman penyakit, paparan zat-zat kimiawi saat proses menanam maupun panen, hingga distribusi dan tangan-tangan manusia yang terlibat dalam rantai pasokan hingga ke pasar dan dibeli oleh pemilik Gado-Gado Carina, yang seketika itu juga dimasukkan ke ulekan gado-gado dan karedok untuk dijual dan dimakan oleh konsumennya, TANPA DICUCI SAMA SEKALI!

Gado-Gado Carina Sayang Bojong Indah, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat

Sungguh penjual makanan yang TIDAK BERTANGGUNG-JAWAB, JAHAT, dan MENCELAKAI KONSUMEN YANG MEMBAYAR MAHAL, BERTAHUN-TAHUN!

Kita mungkin berasumsi bahwa memakan sayur adalah sehat, dan itulah manipulasi Gado-Gado Carina, menciptakan delusi kepada konsumennya bahwa membeli gado-gado maupun karedok di rumah makan Gado-Gado Carina adalah menyehatkan dan bisa memenuhi kebutuhan asupan sayur-mayur untuk kesehatan tubuh. Namun, mengharap sehat dengan bayar mahal, justru diberi makan RACUN dan KOTORAN!

Namun, jadilah konsumen yang cerdas plus bijaksana. Pengalaman nyata berikut, dapat Anda dan para warga coba buktikan sendiri. Tanyakanlah pertanyaan wajar berikut kepada sang ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina, "Apakah sayurnya sudah dicuci?"

Anda tahu apa respon sang ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina?

MARAH-MARAH, MURKA, MENGAMUK, MENCACI-MAKI, dan MENGOLOK-OLOK CALON KONSUMEN, dengan berulang-kali mendiskredit calon konsumennya dengan menyebut sebagai "Pertanyaan aneh!" lalu melecehkan calon konsumen.

Tidak percaya? Buktikan sendiri!

Gado-Gado Carina Sayang Bojong Indah, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat

Ini bukan hal sepele, namun urusan KESEHATAN KONSUMEN! Semestinya Gado-Gado Carina di-brendel oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) karena sudah bertahun-tahun mencelakai KESEHATAN KONSUMENNYA TANPA RASA MALU TERLEBIH MERASA BERDOSA.

Hanya orang-orang dengan mental kriminil yang suka menyepelekan perasaan ataupun kepentingan orang lain, termasuk pelaku usaha kriminil yang dengan mudahnya menyepelekan urusan kesehatan milik orang konsumen!

Semestinya cukup jawab, "Ya" atau "Tidak", untuk apa marah-marah dan memaki calon konsumen yang berhak untuk tidak BELI KUCING DALAM KARUNG. Undang-Undang Perlindungan Konsumen sudah menegaskan, hak konsumen ialah memastikan tidak ada CACAT TERSEMBUNYI.

Kita semua tahu, semua sayuran di Indonesia memakai pestisida, radikal bebas yang memicu kanker, TERLEBIH DIMAKAN TANPA DICUCI BERSIH—jangankan bersih, DICUCI PUN TIDAK!!!

Gado-Gado Carina Sayang Bojong Indah, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat

Sayur-mayur yang sehat dan aman bagi manusia untuk dikonsumsi, mengatur dua syarat mutlak, yakni : Pertama, DICUCI. Kedua, hingga BERSIH, bukan sekadar dibilas formalitas.

Ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina TIDAK TAKUT DOSA MENCELAKAI KESEHATAN KONSUMENNYA, BERTAHUN-TAHUN, namun sok agamais memakai jilbab.

Rupanya seperti itu, ajaran agama Islam?! Yang memakai busana agamais artinya sedang mempromosikan agama yang disandangnya, sekaligus sebagai representasi agama yang diusung oleh yang bersangkutan.

Bertahun-tahun mencelakai konsumennya, lantas mengharap masuk surga lewat iming-iming HAPUS DOSA?

Enak di pelaku, rugi di korban!

Mau untung besar, harga dijual 2 kali harga gado-gado gerobakan, namun kualitas GEROBAKAN!

Konsumen bayar mahal maka berhak untuk mengharap selamat!

Mau untung besar, tidak mau sewa karyawan untuk cuci sayur untuk dijual ke konsumen, kesehatan konsumen yang DIKORBANKAN! Penjual gado-gado yang JAHAT, itulah sang iblis pemilik Gado-Gado Carina!

Kata-kata ini sempat terlontar keluar dari mulut sang ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina, "Saya beli sayur berkarung-karung, NGAK MUNGKIN LAH SAYA CUCI ITU SAYUR SEBANYAK ITU!"

Artinya, sudah berkarung-karung dan sebanyak itulah Gado-Gado Carina MENCELAKAI KESEHATAN KONSUMENNYA, setiap harinya selama bertahun-tahun!

Ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina memakan dan memasukkan makanan halal ke dalam mulutnya, namun apa yang ia keluarkan dari mulutnya penuh RACUN, JAHAT, KOTOR, BUSUK, dan TERCELA!

Bukanlah lucu, sang ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina makan makanan yang ia cuci bersih, sementara itu konsumennya yang bayar mahal diberi makan sayuran BERACUN PESTISIDA KIMIA TANPA DICUCI! Jangankan bersih, DICUCI PUN TIDAK!

Jangankan higienis dan sehat, DICUCI PUN TIDAK! JOROK, TOXIC, BERACUN, BERBAHAYA, DAN MENCELAKAI PERUT DAN KESEHATAN MASYARAKAT!

Dikasih (racun) tanpa disuruh bayar pun, saya menolak! Mestinya kita yang berhak marah-marah dijadikan korban, bukan sebaliknya.

Gado-Gado Carina Sayang Bojong Indah, Rawa Buaya, Cengkareng, Jakarta Barat

Hanya orang / konsumen dungu, yang membiarkan kesehatannya dirusak, bayar mahal pula!

Mau dan mengharap sehat, malah celaka oleh KESERAKAHAN pemilik Gado-Gado Carina. Jika Anda ingin melihat wajah iblis yang tidak takut dosa, datanglah dan kunjungilah Gado-Gado Carina, meseum tempat iblis mencari mangsa dengan menjadikan konsumennya sebagai “mangsa empuk”.

DURHAKA kepada konsumennya, bukan sekadar arogansi.

Ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina adalah KRIMINAL yang melanggar UU Kesehatan

Testimoni ini dapat saya pertanggungjawabkan secara hukum negara, Hukum Karma, maupun moralitas, agar masyarakat menaruh waspada, tidak turut celaka, dan terhindari dari modus jahat Gado-Gado Carina.

Karena sejujurnya, penulis dan keluarga penulis merupakan pelanggan lama Gado-Gado Carina selama bertahun-tahun lama sebelum kejadian di atas, yang artinya penulis dan keluarga penulis sudah jadi KORBAN bertahun-tahun oleh KEJAHATAN Gado-Gado Carina.

Kita selaku warga masyarakat pada umumnya serta para konsumen (KORBAN) pada khususnya, berhak MENGUTUK ibu-ibu pemilik Gado-Gado Carina agar masuk NERAKA! Sungguh perbuatan yang BIADAB dan TERCELA!

Gado-gado terlebih karedok, terutama Gado-Gado Carina, justru TIDAK MENYEHATKAN alih-alih menyehatkan konsumennya. Dilansir dalam ulasan bertajuk “Gado-gado & Karedok Lebih Sehat dari Salad Kalau Diolah Benar”, https:// www. liputan6 .com/health/read/687260/gado-gado-amp-karedok-lebih-sehat-dari-salad-kalau-diolah-benar, diinformasikan:

Guru Besar Departemen gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB Prof. Dr. Ir. H. Hardinsyah, MS, menyebutkan semua makanan harus tergantung dari tiga hal, yatiu bahan, komposisi dan cara mengolah dan makannya.

Hardinsyah menambahkan, makanan Indonesia bisa lebih buruk jika sayurannya disemprot pestisida dan pengolahannya banyak menggunakan minyak yang dimasak.

Ulasan senada dapat kita jumpai dalam https://  www. kompasiana .com/agungatv/58d9755a5f23bd6520d3dd60/gadogado-siram-khas-Surabaya:

Mungkin yang agak mirip- mirip gado gado betawi, adalah karedok dengan sayuran segar alias tidak direbus. Pada karedok berbahan sayur segar, dirajang ukuran sedang kemudian diurap dengan saus sambal. Karedok rasanya lebih alami, karena sayuran masih asli. Yang penting musti dipastikan, sayur benar-benar dicuci bersih dan hygenis. Kreator: Agung Han.

Lebih ilmiah, dapat kita simak dalam https:// adoc .pub/karedok-dan-gado-gado-modal-dasar-hidup-sehat.html:

Bahan yang dipakai untuk pembuatan karedok adalah sayuran mentah, umumnya terdiri dari kacang panjang, kol, taoge, daun selada, daun kemangi, mentimun, dan terung hijau.

Karena vitamin merupakan komponen gizi yang sangat mudah rusak, kata kunci utama yang harus diperhatikan dalam memilih sayuran adalah tingkat kesegarannya. Selain itu, asal-usul dan kebersihan bahan juga merupakan hal mutlak yang harus dipertimbangkan.

Bahan-bahan tersebut disajikan dalam keadaan mentah. Karena itu, kalau tidak berhati-hati dalam memilih bahan baku, kita akan dihadapkan pada beberapa kemungkinan risiko yang merugikan.

Faktor-faktor yang perlu dicurigai dalam mengonsumsi karedok adalah:

1. Residu pestisida.

Budi daya sayuran tidak terlepas dari masalah hama dan penyakit tanaman. Untuk menjaga serangan hama, petani menggunakan aneka merek pestisida. Pemanenan sayuran tidak boleh dilakukan ketika sayuran habis disemprot pestisida karena residunya masih tertinggal hingga beberapa hari setelah penyemprotan, terutama saat kemarau.

Menurut beberapa penelitian, masa tunggu antara waktu terakhir pemakaian pestisida dengan waktu panen sekitar 1-5 minggu. Masa tunggu tersebut tergantung dari jenis pestisida yang digunakan. Masa tunggu pada pestisida yang bersifat sistemik (terserap ke dalam bahan) lebih lama daripada pestisida nonsistemik (hanya menempel di permukaan).

Pestisida yang sukar larut dalam air memiliki masa tunggu lebih lama dibandingkan dengan pestisida yang mudah larut dalam air.

2. Pencucian yang tidak sempurna.

Berbagai penelitian menunjukkan adanya beberapa zat kimia dalam pestisida yang tidak hilang akibat pencucian, apalagi kalau tidak dilakukan dengan teknik yang benar. Karena itu, lakukan pencucian sayuran sebersih mungkin dengan air mengalir.

3. Kualitas air pencuci.

Air bersih adalah air yang tidak berwarna, berbau, dan berasa, serta bebas dari mikroba patogen. Sumber air yang tidak bersih sering tercemar oleh berbagai kontaminan, terutama bakteri penyebab penyakit infeksi, seperti penyakit tifus oleh bakteri Salmonella typhi, disentri oleh Shigella dysentriae, kolera oleh Vibrio colerae dan tuberkulosis oleh Mycobacterium.

Untuk lebih amannya, cuci sayuran dengan air matang atau larutan yang mengandung senyawa disinfektan khusus untuk sayuran dan buah-buahan.

4. Kontaminasi bakteri berbahaya.

Untuk meningkatkan kesuburan lahan pertanian sebagai media tempat tumbuh sayuran, petani sering menggunakan pupuk organik berupa humus atau kotoran ternak (bahkan sering tercampur kotoran manusia).

Kebiasaan petani membuang hajat (buang air besar) di lahan pertanian, ikut memperparah kemungkinan kontaminasi bakteri berbahaya ke sayuran, terutama sayuran yang menjalar di permukaan tanah atau yang ketinggiannya dekat dengan tanah (pendek).

Percikan air hujan yang memantul dari lahan pertanian sering menjadi penyebab kontaminasi. Contoh bakteri patogen yang berasal dari tinja adalah Eschericia coli yang dapat menyebabkan diare, Salmonella typhi dan Salmonella paratypi penyebab demam tifus.

Salmonella juga dapat menyebabkan gangguan perut dengan gejala berak-berak, sakit kepala, muntah-muntah, dan demam yang berlangsung selama 1-7 hari.

5. Senyawa racun alami.

Beberapa jenis bahan pangan mentah mengandung senyawa beracun alami, misalnya saponin pada kedelai, kacang tanah, bayam, dan asparagus; goitrogen (penyebab gondok) pada kol dan lobak; asam sianida pada daun singkong; solanin pada kentang; dan lain-lain. Senyawa beracun tersebut hanya dapat dihilangkan melalui proses pencucian dan pemasakan dengan suhu yang tepat.

Ditinjau dari bahan baku dan bumbu yang digunakan, karedok sangat mirip dengan gado-gado. Perbedaan yang paling menyolok antara keduanya adalah dalam hal proses pengolahannya, yaitu ada proses pemasakan bahan pada pembuatan gado-gado.

Tujuan pemasakan sayuran adalah (1) Menguraikan pektin yang terkandung pada dinding sel agar teksturnya menjadi lunak, (2) Membunuh kuman penyakit, (3) membuat tidak aktif senyawa alami beracun, (4) Menguraikan residu pestisida agar tidak berbahaya bagi tubuh, (5) Mengubah senyawa kompleks menjadi lebih sederhana, sehingga mudah dicerna dan diserap tubuh.

Sementara itu bila merujuk “BAHAYA JAJAN SEMBARANGAN”, Media Pusat Jendela,  27/03/2013, https:// komunitasjendela .org/bahaya-jajan-sembarangan/, terdapat rincian:

Bukan kali pertama kalau diberitakan jajanan anak sekolah (dan orang dewasa) tidak menyehatkan. Bahaya makanan jajanan sekolah dan makanan umum lainnya bisa muncul untuk jangka pendek, bisa juga pada jangka panjang.

Jangka pendek, terjadi keracunan makanan sebab tercemar mikroorganisme, parasit, atau bahan racun kimiawi (pestisida). Muntah dan diare sehabis mengonsumsi jajanan paling sering ditemukan.

Bahaya jangka panjang jajanan yang tidak menyehatkan apabila bahan tambahan dalam makanan-minuman bersifat pemantik kanker, selain kemungkinan gangguan kesehatan lainnya.

Kita menyaksikan hampir semua kalangan di Indonesia, baik anak sekolah, orang kantoran di kota besar, apalagi yang di pedesaan, rata-rata sudah tercemar oleh beragam bahan kimiawi berbahaya dalam makanan, kudapan, atau penganan jajanan mereka.

Mengandung Zat Warna Tekstil

Sebagai contoh adalah saus tomat. Tidak sedikit saus tomat yang beredar terbuat dari ubi, cuka, dan zat warna tekstil (rhodomin-B). Zat warna tekstil inilah yang diperkirakan berpotensi menimbulkan keluhan tersebut.

Tidak hanya sekadar pusing belaka yang ditakutkan, melainkan juga bahaya jangka panjangnya. Zat warna tekstil jenis itu bersifat pemantik munculnya kanker bila dikonsumsi rutin untuk waktu yang sama.

Kita menyaksikan yang ada di meja makan warung nasi, penjual bakmi bakso, dan kantin sekolah, kemungkinan besar jenis saus tomat semacam itu. Kalau tidak, kenapa harganya bisa rendah sekali? Kecurigaan harus muncul bila ada saus tomat semurah itu.

Bukan cuma dalam saut tomat, zat warna tekstil rhodomin-B juga konon pernah ditemukan dalam lipstik dan pemerah pipi, selain bahan pewarna panganan dan jajanan, termasuk mungkin dalam sirup murah.

Dalam sebuah reportase sebuah stasiun TV swasta menyiarkan tayangan pembuatan sirup yang dijajakan di sekolah tersebut kurang higienis, memakai air mentah (belum dimasak) dan zat warna buatan yang diduga rhodomin-B juga.

Sirup dan limun murah di jajanan sekolah ini yang membuat kita prihatin. Generasi anak sekolah (pinggiran, dari ekonomi kurang mampu) kita tengah memanggul risiko terkena kanker saat dewasa, selain bahaya infeksi perut dadakan.

Bahaya Cacing

Melihat kondisi seperti ini, semakin murah-meriah suatu jajanan, boleh disimpulkan semakin besar berisiko membahayakan kesehatan. Bahaya jangka panjang yang lain juga muncul bila jajanan sampai tercemar cacing.

Kebanyakan sayur mayur mentah (pernah diselidiki) di supermarket mengandung telur cacing perut karena konon sebelum dibawa ke kota, dibersihkan memakai air selokan di gunung. Air selokan umumnya sudah tercemar tinja berpenyakit (penderita penyakit cacing perut).

Telur cacing juga dapat pula dibawa oleh jemari penjaja makanan (gado-gado, rujak, buah dingin, karedok, ketoprak) bila penjaja makanan (food handle) mengidap penyakit cacing.

Sehabis penjaja makanan buang air besar dan tidak membasuh tangan dulu tetapi langsung menyajikan makanan, telur cacing di kuku jemarinya akan mencemari makanan jajanannya.

Di sela-sela kuku jemari tangan telur cacing mengendon dan pindah ke makanan jajanan. Cacing kremi, cacing tambang, cacing gelang, cacing cambuk, jenis-jenis cacing yang lazim ditularkan dari makanan jajanan.

Sering pengidap cacing tidak merasakan keluhan apa-apa, termasuk orang gedongan dan pekerja kantoran. Biasanya baru kedapatan cacingan kalau iseng melakukan pemeriksaan laboratorium tinja. Tahu-tahu ada telur cacingnya.

Pada anak sekolah, cacingan bisa berakibat kekurangan darah (anemia). Baru-baru ini diberitakan bahwa lebih separuh anak sekolah dasar (sampel sebuah yayasan LSM) menderita anemia. Besar kemungkinan, selain sanitasi yang buruk, penyebabnya bersumber dari jajanan harian yang tercemar cacing perut.

Bahan-Bahan Berbahaya.

Pada intinya adalah sudah saatnya kita selaku orang tua maupun orang dewasa hendaknya berhati-hati apabila kita atau anak kita jajan di luar. Tentunya kita tidak ingin apabila kita apalagi anak kita mengidap penyakit kanker atau cacingan bukan?

Sebagai tambahan wawasan, berikut ini beberapa bahan-bahan berbahaya yang sering digunakan oleh penjual jajanan yang tidak bertanggung jawab. Semoga dengan mengetahui jenis dan bahayanya, kita lebih berhati-hati di kemudian hari.

Gula bibit.

Selain pewarna, jajanan kaki lima yang memang buat kantong ekonomi lemah, dengan harga yang lebih terjangkau, tak mungkin sepenuhnya menggunakan gula asli (gula pasir maupun gula merah), melainkan memilih gula bibit.

Kita tahu gula bibit tidak semuanya aman bagi kesehatan. Sebut saja gula sakarin dan aspartam, yang jauh lebih murah dibanding gula asli. Bisa dipastikan jenis gula bibit murah begini, yang sudah dilarang digunakan, masih saja dipakai oleh rata-rata pembuat makanan dan minuman rumahan.

Limun, sirup, saus dan kecap murah, hampir pasti mencamprukan gula bibit, kalau bukan seluruhnya bahan kimiawi berbahaya ini. Pemanis buatan lain tentu ada yang lebih aman, dari daun stevia, misalnya.

Namun, karena harganya tidak terjangkau untuk membuat kudapan murah, pedagang memilih gula buatan yang lebih murah.Belakangan pemanis buatan aspartam juga gencar dilarang, lantaran efek buruknya, antara lain diduga terhadap otak. Namun, masih banyak jajanan dan penganan, selain industri makanan yang menggunakan aspartam.

Penyedap.

Perhatikan bagaimana tukang bakso pinggir jalan menambahkan bumbu penyedap (sodium gluamic). Dahulu, untuk menuangkan bumbu penyedap (disebut mecin, vetsin) memakai sendok khusus terbuar dari kayu dengan penampang seujung kelingking.

Maksudnya paling banyak disedok pun, takarannya hanya seujung kelingking itu. Tidak demikian hal sekarang, rata-rata dituang langsung dari kantong plastik kemasan atau memakai sendok makan.

Semakin banyak penyedap dituangkan, semakin gurih rasa barang jualannya.Dari kacamata ekonomi, akan lebih menguntungkan bila menuangkan lebih banyak penyedap karena menambah lezat cita rasa jajanan.

Air putih (bukan kaldu) yang dibubuhi penyedap banyak-banyak dengan cara murah dan mudah menjadi sangat menyerupai kuah kaldu yang harus tinggi modalnya. Apa bahaya mengkonsumsi penyedap banyak-banyak?

Ya, bila dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama, penyedap buruk efeknya terhadap susunan saraf pusat, selain efek alergi bagi yang tidak tahan (post restaurant syndrome), juga pusing-pusing sehabis makan di restoran (akibat penyedap).

Bagi mereka yang ingin aman, selain minta tidak pakai penyedap bila memeasan makanan restoran, masakan di rumah sendiri sama sekali bebas penyedap buatan. Rasa gurih sehatnya cukup hanya mengandalkan bahan alami, seperti rasa kaldu ayam, sapi atau ikan belaka. tanpa perlu menambahkan bumbu penyedap buatan.

Formalin.

Kita juga mengenal bahan formalin. Selain digunakan buat pengawet mayat agar tidak lekas membusuk, formalin juga masuk ke industri makanan (rumahan). Bukan baru sekarang kita mendengar atau mungkin membaca kalau formalin juga masuk industri pembuatan tahu.

Agar awet tidak lekas rusak (basi), industri tahu (murah) juga memanfaatkan formalin, agar tidak sampai merugi. Tahu yang berformalin dijajakan di mana-mana. Padahal, formalin juga tidak menyehatkan.

Masalahnya, bagaimana mengontrol begitu banyak dan luasnya industri rumahan tahu di Indonesia? Formalin juga dimanfaatkan untuk proses pembuatan ikan asin. Penjualan ikan asin di suatu daerah, baru-baru ini diberitakan menurun akibat kedapatan pembuatannya memakai formalin agar lebih awet.

Selain formalin kita juga membaca atau mendengar pembuatan bakso mencampurkan bahan kimiawi boraks juga, selain beberapa jenis bahan kimiawi yang sudah terbukti membahayakan kesehatan, masih lolos tak terkontrol.

Betapa longgarnya kendali terhadap pemakaian bahan-bahan berbahaya karena memang tidak mudah rentang kendali untuk ribuan industri makanan dan minuman rumahan, termasuk jamu rumahan.

Minyak goreng bekas.

Disinyalir, kebanyakan jajanan gorengan pinggir jalan juga menggunakan minyak goreng bekas, kalau minyak goreng yang sudah dioplos dengan minyak lain yang lebih murah. Minyak goreng oplosan ini yang diduga membahayakan kesehatan.

Kita sudah tahu kalau minyak goreng bekas (jelantah) bersifat karsinogenik juga. Restoran ayam goreng yang tidak memakai lagi minyak goreng habis pakainya, menjualnya ke penjual gorengan pinggir jalan.

Kalau dikonsumsi rutin untuk jangka waktu lama, tentu sama tidak sehatnya dengan bahan karsinogenik lainnya. Termasuk jika kita melakukannya juga di rumah sendiri.

Sumber : pondokibu .com

Simak juga uraian dalam “[Urang Sunda] Re: Karedok Mengandung Residu Pestisida Metasiklor”, https:// www. mail-archive .com/search?l=urangsunda@yahoogroups.com&q=subject:%22%5C%5BUrang+Sunda%5C%5D+Re%5C%3A++Karedok+Mengandung+Residu+Pestisida+Metasiklor%3D%3E+co%27etna+oge%22&o=newest&f=1

Karedok Mengandung Residu Pestisida Metasiklor.

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa "karedok", salah satu makanan khas di Jawa Barat (seperti gado-gado), ternyata terindikasi mengandung residu pestisida metasiklor tertinggi yaitu sebesar 96,8 persen.

Menurut Kepala Humas Institut Pertanian Bogor (IPB), dr Agus Lelana kepada Antara di Bogor, Rabu (16/6), hal itu diungkapkan pakar makanan iradiasi BATAN, Dr Zubaidah Irawati pada sebuah seminar bertajuk "Mutu dan Keamanan Pangan" di Kampus IPB Darmaga Bogor.

"Hal ini bisa jadi karena sayur-sayuran mentah yang terdapat pada karedok tidak tercuci atau sukar larut dalam air," kata Zubaidah Irawati. Menurut dia, residu pestisida yang menempel pada makanan dapat bersifat neurotoksik, terutama yang berasal dari golongan siklonida terklorasi. Gejalanya adalah bisa membuat kepala pusing, perut mual dan muntah.

"Kurangnya pengetahuan kita akan bahaya dari bahan-bahan aditif tersebut menyebabkan kita harus menerima beberapa konsekuensi apabila mengonsumsinya," katanya.

Karena, kata dia, bahan-bahan tersebut dapat bersifat mutagenik ataupun karsinogenik alias menyebabkan kanker, dan organ-organ yang menjadi sasarannya antara lain adalah hati dan ginjal.

Dalam seminar juga mengemuka bahwa persoalan keamanan pangan masih perlu diperhatikan lebih lanjut. Menurut salah seorang pembicara lainnya Prof Dr Ir Betty Sri Laksmi Jenie MS, persoalan keamanan pangan di Indonesia masih berkutat pada persoalan sanitasi dan menyebabkan diare.

Ia menjelaskan bahwa angka kematian pada anak akibat diare di Indonesia menurut WHO (badan kesehatan dunia) pada tahun 2001 sebesar 2,2 juta anak. Ditambahkannya bahwa persentase penyebab diare melalui perantara pangan adalah sebesar 70 persen.

Ia menyebut "angka yang luar biasa besar", dan hal itu sumbernya ada pada jajanan anak-anak sekolahan seperti bakso, gado-gado, mie ayam, nasi rames, siomay dan soto ayam.

Berdasarkan penelitian WHO tersebut, jajanan dimaksud banyak mengandung beberapa pathogen (bibit penyakit). Dari makanan jajanan tersebut, gado-gado mengandung pathogen terbanyak yaitu mengandung E Coli (diare) 6,03 persen, S Aureus 3,72 persen dan diketahui juga mengandung Vibrio cholerae (kolera) dan E coli (diare).

Letusan penyakit asal pangan (Foodborne Disease) rupanya tidak hanya menimpa negara-negara berkembang, karena di negara maju pun juga terjadi, demikian Prof Dr Betty Sri Laksmi Jenie.

Komunitas Urang Sunda -- http:// www. Urang-Sunda .or.id