Jangankan Hakim, Allah Saja Mudah Disuap Semudah “LIP SERVICE” (Dijilat, Disembah, Dipuja-Puji)

Allah Saja Lebih PRO terhadap PENJAHAT (PENDOSA) dengan Menghapus Dosa-Dosa para Bajingan-Biadab tersebut, Alih-Alih Bersikap Adil kepada Korban

Question: Mengapa hakim pada pengadilan di Indonesia, mudah sekali disuap sehingga hukum, keadilan, maupun putusan pengadilan diperjual-belikan dengan memenangkan ataupun membebaskan pihak yang jelas-jelas bersalah? Bukankah itu namanya merampas hak-hak maupun keadilan bagi pihak korban?

Brief Answer: Jangankan hakim manusia di berbagai pengadilan di Indonesia, Allah yang disembah oleh mayoritas penduduk di Indonesia telah ternyata mudah sekali disuap (serta dengan lapar memakan suap tersebut, tentunya), yakni semudah “dijilat bokongnya”. Semua orang sanggup menjadi seorang PENDOSA PENJILAT PENUH DOSA PECANDU “PENGHAPUSAN DOSA”. Namun tidak semua orang sanggup untuk siap-berani bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah pernah atau masih sedang menyakiti, melukai, maupun merugikan pihak-pihak lainnya, terlebih menjadi seseorang yang mau merepotkan diri menanam benih-benih Karma Baik, hingga bertekad berlatih dalam disiplin diri yang ketat bernama “self-control” alias mawas diri. Bila ada “PENGHAPUSAN DOSA”, maka tiada alias minus dan miskin “INTROSPEKSI DIRI”.

PEMBAHASAN:

Hakim yang disuap dan menerima suap, disebut sebagai menerima gratifikasi dan dapat dijerat dengan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi, karena merampas keadilan bagi pihak korban. Begitupula mereka yang mabuk dan kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA”, sejatinya menjelma “KORUPTOR DOSA”. Bila hakim “mata duitan” tergila-gila pada materi berupa uang, maka Allah digambarkan oleh agama samawi sebagai begitu kelaparan dan haus pada aktivitas “masturbasi / onani” berupa “dijilat bokongnya” oleh para PENDOSA PENJILAT PENUH DOSA—karenanya, PENDOSA manakah, yang tidak akan tergiur dan termotivasi untuk menjadi PENDOSA PENJILAT PENUH DOSA?

Karenanya, adalah penting untuk melakukan introspeksi diri, sebagaimana khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, Penerjemah Edi Wijaya dan Indra Anggara, dengan kutipan:

7 (7) Kegagalan Devadatta

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Gunung Puncak Hering tidak lama setelah Devadatta pergi. Di sana Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu dengan merujuk pada Devadatta:

[Kitab Komentar : Devadatta telah memecah-belah Sagha dan pergi bersama kumpulan para bhikkhunya, bermaksud untuk mendirikan kelompok tandingan.]

“Para bhikkhu, adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali kegagalan orang lain. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaiannya sendiri. Adalah baik baginya untuk dari waktu ke waktu meninjau kembali pencapaian orang lain. Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh delapan kondisi buruk, maka Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. Apakah delapan ini?

“(1) Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh keuntungan, maka Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus. (2) Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kerugian … (3) … oleh kemasyhuran … (4) … oleh kehinaan … (5) … oleh kehormatan … (6) … oleh ketiadaan kehormatan … (7) … oleh keinginan jahat … (8) … oleh pertemanan yang buruk, maka Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus.

Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kedelapan kondisi buruk ini, maka Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka, dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat ditebus.

Adalah baik bagi seorang bhikkhu untuk mengendalikan keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Adalah baik baginya untuk mengendalikan kerugian kapan pun kerugian itu muncul … mengendalikan kemasyhuran … kehinaan … kehormatan [161] … ketiadaan kehormatan … keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul.

“Dan karena alasan apakah seorang bhikkhu harus mengendalikan keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul? Karena alasan apakah seorang bhikkhu harus mengendalikan kerugian … kemasyhuran … kehinaan ... kehormatan … ketiadaan kehormatan …keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul?

Noda-noda, kesusahan dan demam, yang mungkin muncul pada seseorang yang belum mengendalikan keuntungan yang telah muncul tidak muncul pada seorang yang telah mengendalikan. Noda-noda, kesusahan dan demam, yang mungkin muncul pada seseorang yang tidak mengendalikan kerugian yang telah muncul … kemasyhuran yang telah muncul … kehinaan yang telah muncul … kehormatan yang telah muncul … ketiadaan kehormatan yang telah muncul … keinginan jahat yang telah muncul … pertemanan buruk yang telah muncul tidak muncul pada seorang yang telah mengendalikan.

Karena alasan inilah maka seorang bhikkhu harus mengendalikan keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Ia harus mengendalikan kerugian … kemasyhuran … kehinaan ... kehormatan … ketiadaan kehormatan …keinginan jahat … pertemanan yang buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan mengendalikan keuntungan kapan pun keuntungan itu muncul. Kami akan mengendalikan kerugian … kemasyhuran … kehinaan … kehormatan … ketiadaan kehormatan … keinginan jahat … pertemanan buruk kapan pun pertemanan buruk itu muncul.’ Demikianlah kalian harus berlatih.” [162]

Betapa mudahnya Allah disuap, membuat para umat pemeluknya berlomba-lomba memproduksi segunung dosa, berkubang dalam semudera dosa, mengoleksi segudang dosa, dan bersimbah dosa, mengingat iming-iming berupa ideologi KORUP bernama “PENGHAPUSAN DOSA” sifatnya selalu bundling dengan “DOSA-DOSA UNTUK DIHAPUSKAN”—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

Bung, hanya seorang PENDOSA yang butuh PENGHAPUSAN DOSA, alias kaum atau kasta paling rendah, hina, kotor, tercela, nista, serta dangkal—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]