Buddha Mengajarkan PENYELIDIKAN dan Menyarankan untuk MELAKUKAN PENYELIDIKAN, Bukan Memakan dan Termakan Mentah-Mentah Tanpa Diselidiki Lebih Jauh

Tidak Ada Orang Baik dalam Agama Islam, Muslim yang Baik Hati adalah OKNUM

Yang Ada dalam Islam Hanyalah PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA (KORUPTOR DOSA)

Question: Bukankah masih ada juga, satu atau dua orang muslim yang baik orangnya?

Brief Answer: JIka ada seorang muslim yang baik perilakunya, maka itu adalah “OKNUM”. Sebaliknya, bila terdapat kalangan muslim yang jahat dan tidak takut berbuat buruk, maka itulah “MUSLIM SEJATI”. Cobalah periksa lebih lanjut, apakah “MUSLIM OKNUM” tersebut benar-benar memahami dan menjalani ajaran islam atau tidaknya? Dogma paling utama dalam agama islam ialah menjalankan perintah Allah. Maka, ketika seseorang yang menyebut dirinya namun tidak patuh (membangkang “perintah” dengan menjadi seseorang pribadi yang toleran dan menghormati kebebasan berkeyakinan) untuk menjalankan perintah Allah berikut, maka dirinya adalah “OKNUM” alias sudah “murtad”.

“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mengucapkan  TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN BAHWA MUHAMMAD RASUL ALLAH , menghadap kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan melakukan shalat dengan kami. Apabila mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan MENUMPAHKAN DARAH dan MERAMPAS HARTA mereka.”  [Hadist Tirmidzi No. 2533].

PEMBAHASAN:

Ajaran islam, sangat bertolak-belakang dengan Buddhisme. Islam mengajarkan agar para muslim menggadaikan otak mereka demi iman setebal tembok beton yang tidak tembus oleh cahaya ilahi apapun. Sang Buddha pernah bersabda : “kami tidak akan pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup, bahkan demi hidup kami”, sebagaimana khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:

12 (2) Sīha

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Pada saat itu, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Sagha. [180] Pada saat itu Jenderal Sīha, seorang siswa Nigaṇṭha, sedang duduk dalam pertemuan itu.

Kemudian ia berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Sagha. Biarlah Aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”

Kemudian Sīha mendatangi Nigaṇṭha Nātaputta dan berkata kepadanya: “Bhante, aku ingin pergi menemui Petapa Gotama.”

“Karena engkau adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan, Sīha, mengapa menemui Petapa Gotama, seorang penganut tidak berbuat? Karena Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak berbuat yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.”

Demikianlah tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda. Untuk ke dua kalinya sejumlah Licchavi terkenal berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Sagha … [Semuanya sama seperti di atas, kecuali di sini dikatakan “untuk ke dua kalinya.”] [181] … Untuk ke dua kalinya, tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda.

Untuk ke tiga kalinya, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Sagha.

Kemudian Sīha berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Sagha. Apakah yang dapat dilakukan para Nigaṇṭha padaku apakah aku mendapatkan izin dari mereka atau tidak? Tanpa meminta izin dari para Nigaṇṭha terlebih dulu, biarlah aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”

Kemudian, bersama dengan lima ratus kereta, Jenderal Sīha pergi dari Vesālī di tengah hari untuk menemui Sang Bhagavā. Ia mengendarai kereta sejauh jalan yang dapat dilalui kereta, dan kemudian ia turun dari kereta dan memasuki halaman vihara dengan berjalan kaki. Ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Aku telah mendengar, Bhante: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [182] yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’ Apakah mereka yang berkata demikian mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Sang Bhagavā dan tidak salah menafsirkan Beliau dengan apa yang berlawanan dengan fakta? Apakah mereka menjelaskan sesuai Dhamma sehingga mereka tidak menimbulkan kritikan yang logis atau dasar bagi celaan? Karena kami tidak ingin salah menafsirkan Sang Bhagavā.”

(1) “Ada, Sīha, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(2) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(5) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(6) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(1) “Dan dengan cara bagaimanakah, Sīha, seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [183] yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan tidak berbuat perbuatan-perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(2) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan untuk berbuat berbagai jenis perbuatan baik yang bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan pemusnahan nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku menolak perolehan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(5) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi nafsu, kebencian, dan delusi; [184] Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’

(6) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran – harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa seseorang adalah penyiksa ketika ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar habis; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengatakan bahwa seseorang pensiun ketika ia telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? karena Aku [185] adalah seorang penghibur dengan penghiburan tertinggi; Aku mengajarkan Dhamma demi penghiburan dan dengan itu Aku membimbing para siswaKu. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’”

[Kitab Komentar : “Penghiburan tertinggi (paramena assāsena): empat jalan dan empat buah.” Pengetahuan untuk mengenali adanya dukkha, penyebab dukkha, akhir dari dukkha, dan jalan menuju akhir dukkha.]

Ketika hal ini dikatakan, Jenderal Sīha berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Bhante! Bagus sekali, Bhante! … Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.”

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira karena Bhante memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Karena jika para anggota sekte lain mendapatkan aku sebagai siswa mereka, maka mereka akan membawa spanduk ke seluruh Vesālī mengumumkan: ‘Jenderal Sīha telah menjadi siswa kami.’ Tetapi sebaliknya Sang Bhagavā memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Untuk ke dua kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Sagha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

“Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.”

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira karena Bhante memberitahuku: ‘Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.’ Karena aku telah mendengar: ‘Petapa Gotama mengatakan sebagai berikut: [186] “Dana harus diberikan hanya kepadaKu, bukan kepada orang lain; dana harus diberikan hanya kepada para siswaKu, bukan kepada para siswa orang lain. Hanya apa yang diberikan kepadaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada orang lain; hanya apa yang diberikan kepada para siswaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada para siswa orang lain.”’ Namun Sang Bhagavā mendorongku untuk memberi kepada para Nigaṇṭha juga. Kami akan mengetahui waktu yang tepat untuk ini. Maka untuk ke tiga kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Sagha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepada Jenderal Sīha, yaitu, khotbah tentang berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya, keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan keduniawian.

Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiran Sīha telah lentur, lunak, bebas dari rintangan, terbangkitkan, dan percaya, maka Beliau mengungkapkan ajaran Dhamma yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan.

Kemudian, bagaikan sehelai kain bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dengan mudah menerima warna celupan, demikian pula, selagi Jenderal Sīha duduk di tempat duduk yang sama itu, muncullah padanya mata-Dhamma yang bebas dari debu dan tanpa noda: ‘Segala sesuatu yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada pelenyapan.’ Jenderal Sīha menjadi seorang yang telah melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan, mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhante, sudilah Sang Bhagavā [187] bersama dengan Sagha para bhikkhu menerima dana makanan dariku besok.”

Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Setelah memahami bahwa Sang Bhagavā telah menerima, Sīha bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi. Kemudian Sīha berkata kepada seseorang: “Pergilah, engkau, temukan daging yang siap untuk dijual.”

Kemudian, ketika malam telah berlalu, Jenderal Sīha mempersiapkan berbagai jenis makanan baik di kediamannya, setelah itu ia memberitahukan waktunya kepada Sang Bhagavā: “Sudah waktunya, Bhante, makanan telah siap.”

Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, pergi ke kediaman Sīha bersama dengan Sagha para bhikkhu, dan duduk di tempat yang dipersiapkan untuk Beliau. Pada saat itu sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: “Hari ini Jenderal Sīha telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, tindakan yang dilakukan karena Beliau.”

Kemudian seseorang mendatangi Jenderal Sīha dan membisikkan ke telinganya: “Tuan, engkau harus tahu bahwa sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: ‘Hari ini Jenderal Sīha telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, [188] tindakan yang dilakukan karena Beliau.’”

“Cukup, teman. Sejak lama para mulia itu ingin mencemarkan reputasi Sang Buddha, Dhamma, dan Sagha. Mereka tidak akan pernah berhenti secara keliru menafsirkan Sang Bhagavā dengan apa yang tidak benar, tanpa dasar, yang salah, dan berlawanan dengan fakta, dan kami tidak akan pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup, bahkan demi hidup kami.”

[Kitab Komentar : Baca Jīvaka Sutta (MN 55) untuk posisi Sang Buddha atas “makan daging”. Agak mengherankan, bahkan nyaris tidak jujur, kaum pengikut paham Jainisme memfitnah Sang Buddha atas “memakan daging” dari binatang yang dibunuh khusus untuknya, sekalipun Sang Buddha tidak akan pernah dengan sengaja menyebabkan makhluk hidup terbunuh untuk makananNya. Tetapi karena kaum Jain adalah praktisi vegetarian keras, maka kita dapat yakin bahwa mereka mengkritik Sang Buddha dan para siswaNya, bukan karena menyebabkan binatang terbunuh untuk makanan mereka, melainkan hanya karena “makan daging”.]

Kemudian, dengan kedua tangannya, Jenderal Sīha melayani Sagha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha dengan berbagai jenis makanan baik. Kemudian, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menyingkirkan mangkuknya, Sīha duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Sīha dengan khotbah Dhamma, setelah itu Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.

Islam memerintahkan para muslim untuk memelihara “KEKOTORAN BATIN” mereka dengan menjadi seorang “KORUPTOR DOSA” yang mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA”—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

Inilah “standar moral” yang menjadi suri tauladan bagi kalangan muslim, yakni sunnah nabi rasul allah yang ternyata begitu mabuk serta tergila-gila pada “PENGHAPUSAN DOSA” (bagi “KORUPTOR DOSA”, tentunya)—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]