Tidak Ada Orang Baik dalam Agama Islam, Muslim yang Baik Hati adalah OKNUM
Yang Ada dalam Islam Hanyalah PENDOSA PECANDU
PENGHAPUSAN DOSA (KORUPTOR DOSA)
Question: Bukankah masih ada juga, satu atau dua orang muslim yang baik orangnya?
Brief Answer: JIka ada seorang muslim yang baik perilakunya,
maka itu adalah “OKNUM”. Sebaliknya, bila terdapat kalangan muslim yang jahat
dan tidak takut berbuat buruk, maka itulah “MUSLIM SEJATI”. Cobalah periksa
lebih lanjut, apakah “MUSLIM OKNUM” tersebut benar-benar memahami dan menjalani
ajaran islam atau tidaknya? Dogma paling utama dalam agama islam ialah
menjalankan perintah Allah. Maka, ketika seseorang yang menyebut dirinya namun
tidak patuh (membangkang “perintah” dengan menjadi seseorang pribadi yang
toleran dan menghormati kebebasan berkeyakinan) untuk menjalankan perintah
Allah berikut, maka dirinya adalah “OKNUM” alias sudah “murtad”.
“Saya diperintahkan untuk
memerangi manusia hingga mereka mengucapkan
TIDAK ADA TUHAN SELAIN ALLAH DAN BAHWA MUHAMMAD RASUL ALLAH , menghadap
kiblat kami, memakan sembelihan kami, dan melakukan shalat dengan kami. Apabila
mereka melakukan hal tersebut, niscaya kami diharamkan MENUMPAHKAN DARAH
dan MERAMPAS HARTA mereka.” [Hadist
Tirmidzi No. 2533].
PEMBAHASAN:
Ajaran islam, sangat bertolak-belakang dengan
Buddhisme. Islam mengajarkan agar para muslim menggadaikan otak mereka demi
iman setebal tembok beton yang tidak tembus oleh cahaya ilahi apapun. Sang
Buddha pernah bersabda : “kami tidak
akan pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup, bahkan demi hidup kami”,
sebagaimana khotbah Sang Buddha
dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang
Buddha, JILID IV”,
Judul Asli : “The Numerical Discourses of
the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012,
terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan
sebagai berikut:
12 (2) Sīha
Pada suatu ketika Sang Bhagavā
sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Pada saat itu,
sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama
membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. [180] Pada saat itu Jenderal Sīha, seorang siswa
Nigaṇṭha, sedang duduk dalam
pertemuan itu.
Kemudian ia berpikir: “Tidak
diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang
Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula
pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang
Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Biarlah Aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang
Tercerahkan Sempurna itu.”
Kemudian Sīha mendatangi Nigaṇṭha Nātaputta dan berkata kepadanya:
“Bhante, aku ingin pergi menemui Petapa Gotama.”
“Karena engkau adalah seorang
penganut perbuatan-perbuatan, Sīha, mengapa menemui Petapa Gotama, seorang
penganut tidak berbuat? Karena Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak berbuat
yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para
siswaNya.”
Demikianlah tekad Sīha untuk
menemui Sang Bhagavā mereda. Untuk ke dua kalinya sejumlah Licchavi terkenal
berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal
memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha … [Semuanya sama seperti di atas, kecuali di sini dikatakan “untuk ke
dua kalinya.”] [181] … Untuk ke dua kalinya, tekad Sīha untuk menemui Sang
Bhagavā mereda.
Untuk ke tiga kalinya, sejumlah
Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama
membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.
Kemudian Sīha berpikir: “Tidak
diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang
Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula
pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang
Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Apakah yang dapat dilakukan para Nigaṇṭha padaku apakah aku mendapatkan izin dari mereka atau tidak? Tanpa
meminta izin dari para Nigaṇṭha terlebih dulu, biarlah aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant,
Yang Tercerahkan Sempurna itu.”
Kemudian, bersama dengan lima
ratus kereta, Jenderal Sīha pergi dari Vesālī di tengah hari untuk menemui Sang
Bhagavā. Ia mengendarai kereta sejauh jalan yang dapat dilalui kereta, dan kemudian
ia turun dari kereta dan memasuki halaman vihara dengan berjalan kaki. Ia
mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan
berkata kepada Beliau:
“Aku telah mendengar, Bhante:
‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [182] yang mengajarkan
Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’ Apakah
mereka yang berkata demikian mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Sang
Bhagavā dan tidak salah menafsirkan Beliau dengan apa yang berlawanan dengan
fakta? Apakah mereka menjelaskan sesuai Dhamma sehingga mereka tidak
menimbulkan kritikan yang logis atau dasar bagi celaan? Karena kami tidak ingin
salah menafsirkan Sang Bhagavā.”
(1) “Ada, Sīha, satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi
tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(2) “Ada satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi
perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(3) “Ada satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan
dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(4) “Ada satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu
Beliau mengajar para siswaNya.’
(5) “Ada satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan
itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(6) “Ada satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu
Beliau mengajar para siswaNya.’
(7) “Ada satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan
dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(8) “Ada satu cara yang
dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan
itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(1) “Dan dengan cara
bagaimanakah, Sīha, seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku:
‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [183] yang mengajarkan DhammaNya
demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku
mengajarkan tidak berbuat perbuatan-perbuatan buruk melalui jasmani,
ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan
buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan
benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut
tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu
Beliau mengajar para siswaNya.’
(2) “Dan dengan cara
bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi
perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan
perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan
untuk berbuat berbagai jenis perbuatan baik yang bermanfaat. Adalah dengan
cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama
adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi
perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(3) “Dan dengan cara
bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan
dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan
pemusnahan nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan
berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini
seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang
penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu
Beliau mengajar para siswaNya.’
(4) “Dan dengan cara
bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan
itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku menolak perbuatan buruk
melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku menolak perolehan berbagai jenis
kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang
dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang
penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau
mengajar para siswaNya.’
(5) “Dan dengan cara
bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama
adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan
itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk
membasmi nafsu, kebencian, dan delusi; [184] Aku mengajarkan Dhamma
untuk membasmi berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah
dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan
dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’
(6) “Dan dengan cara
bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama
adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu
Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan bahwa
kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui
jasmani, ucapan, dan pikiran – harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa
seseorang adalah penyiksa ketika ia telah meninggalkan kualitas-kualitas
buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar; ketika ia telah memotongnya di
akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak
muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan
kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar habis; Beliau
telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem,
melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara
ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah
seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau
mengajar para siswaNya.’
(7) “Dan dengan cara
bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun
dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengatakan bahwa seseorang
pensiun ketika ia telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur
rahim di masa depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul
pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan.
Sang Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim
di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul
pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan.
Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku:
‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya
demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’
(8) “Dan dengan cara
bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan
dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? karena Aku [185] adalah seorang
penghibur dengan penghiburan tertinggi; Aku mengajarkan Dhamma demi
penghiburan dan dengan itu Aku membimbing para siswaKu. Adalah dengan cara
ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah
seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau
mengajar para siswaNya’”
[Kitab Komentar : “Penghiburan
tertinggi (paramena assāsena): empat
jalan dan empat buah.” Pengetahuan untuk mengenali adanya dukkha, penyebab
dukkha, akhir dari dukkha, dan jalan menuju akhir dukkha.]
Ketika hal ini dikatakan,
Jenderal Sīha berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Bhante! Bagus sekali,
Bhante! … Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah
menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”
“Selidikilah, Sīha! Baik
sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.”
“Bhante, aku bahkan menjadi
lebih puas dan gembira karena Bhante memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik
sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Karena jika
para anggota sekte lain mendapatkan aku sebagai siswa mereka, maka mereka akan
membawa spanduk ke seluruh Vesālī mengumumkan: ‘Jenderal Sīha telah menjadi
siswa kami.’ Tetapi sebaliknya Sang Bhagavā memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha!
Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’
Untuk ke dua kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma,
dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat
awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”
“Sīha, keluargamu sejak lama
telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan
memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.”
“Bhante, aku bahkan menjadi
lebih puas dan gembira karena Bhante memberitahuku: ‘Sīha, keluargamu sejak
lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan
memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.’ Karena aku telah mendengar:
‘Petapa Gotama mengatakan sebagai berikut: [186] “Dana harus diberikan hanya
kepadaKu, bukan kepada orang lain; dana harus diberikan hanya kepada para
siswaKu, bukan kepada para siswa orang lain. Hanya apa yang diberikan kepadaKu
yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada orang lain; hanya apa yang
diberikan kepada para siswaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan
kepada para siswa orang lain.”’ Namun Sang Bhagavā mendorongku untuk memberi kepada
para Nigaṇṭha juga. Kami akan mengetahui waktu yang tepat untuk ini. Maka untuk ke
tiga kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan
kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat
awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”
Kemudian Sang Bhagavā
membabarkan khotbah bertingkat kepada Jenderal Sīha, yaitu, khotbah tentang
berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya,
keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan
keduniawian.
Ketika Sang Bhagavā mengetahui
bahwa pikiran Sīha telah lentur, lunak, bebas dari rintangan, terbangkitkan, dan
percaya, maka Beliau mengungkapkan ajaran Dhamma yang khas para Buddha: penderitaan,
asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan.
Kemudian, bagaikan sehelai kain
bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dengan mudah menerima warna celupan,
demikian pula, selagi Jenderal Sīha duduk di tempat duduk yang sama itu,
muncullah padanya mata-Dhamma yang bebas dari debu dan tanpa noda: ‘Segala
sesuatu yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada pelenyapan.’ Jenderal
Sīha menjadi seorang yang telah melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami
Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan,
mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam
ajaran Sang Guru. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā:
“Bhante, sudilah Sang Bhagavā
[187] bersama dengan Saṅgha para bhikkhu menerima dana makanan dariku besok.”
Sang Bhagavā menerima dengan
berdiam diri. Setelah memahami bahwa Sang Bhagavā telah menerima, Sīha bangkit
dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi
kanannya menghadap Beliau, dan pergi. Kemudian Sīha berkata kepada seseorang:
“Pergilah, engkau, temukan daging yang siap untuk dijual.”
Kemudian, ketika malam telah
berlalu, Jenderal Sīha mempersiapkan berbagai jenis makanan baik di
kediamannya, setelah itu ia memberitahukan waktunya kepada Sang Bhagavā: “Sudah
waktunya, Bhante, makanan telah siap.”
Kemudian, pada pagi harinya,
Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, pergi ke kediaman
Sīha bersama dengan Saṅgha para bhikkhu, dan duduk di tempat yang dipersiapkan untuk Beliau.
Pada saat itu sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan
lengan mereka dan berseru: “Hari ini Jenderal Sīha telah menyembelih seekor
binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama
dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh]
khusus untukNya, tindakan yang dilakukan karena Beliau.”
Kemudian seseorang mendatangi
Jenderal Sīha dan membisikkan ke telinganya: “Tuan, engkau harus tahu bahwa sejumlah
Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan
dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru:
‘Hari ini Jenderal Sīha telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan
makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan
[yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, [188]
tindakan yang dilakukan karena Beliau.’”
“Cukup, teman. Sejak lama para
mulia itu ingin mencemarkan reputasi Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Mereka tidak akan pernah berhenti secara
keliru menafsirkan Sang Bhagavā dengan apa yang tidak benar, tanpa dasar, yang
salah, dan berlawanan dengan fakta, dan kami tidak akan pernah dengan
sengaja membunuh makhluk hidup, bahkan demi hidup kami.”
[Kitab Komentar : Baca Jīvaka
Sutta (MN 55) untuk posisi Sang Buddha atas “makan daging”. Agak mengherankan,
bahkan nyaris tidak jujur, kaum pengikut paham Jainisme memfitnah Sang Buddha atas
“memakan daging” dari binatang yang dibunuh khusus untuknya, sekalipun Sang
Buddha tidak akan pernah dengan sengaja menyebabkan makhluk hidup terbunuh
untuk makananNya. Tetapi karena kaum Jain adalah praktisi vegetarian keras,
maka kita dapat yakin bahwa mereka mengkritik Sang Buddha dan para siswaNya,
bukan karena menyebabkan binatang terbunuh untuk makanan mereka, melainkan
hanya karena “makan daging”.]
Kemudian, dengan kedua
tangannya, Jenderal Sīha melayani Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha dengan berbagai jenis
makanan baik. Kemudian, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah
menyingkirkan mangkuknya, Sīha duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā
mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Sīha dengan khotbah Dhamma,
setelah itu Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.
Islam memerintahkan para
muslim untuk memelihara “KEKOTORAN BATIN” mereka dengan menjadi seorang
“KORUPTOR DOSA” yang mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA”—kesemuanya
dikutip dari Hadis Sahih Muslim:
- No.
4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi
bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan
ampunan sebesar itu pula.”
- No.
4857 : “Barang siapa membaca
Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus
kali dalam sehari, maka dosanya akan
dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.”
- No.
4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a;
Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”
- No.
4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk
Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian
disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini
warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku,
kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku
rizki).”
- No.
4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya
saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha
Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu
memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
selamatkanlah aku,”
- Aku
mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja
yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya,
‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih
Bukhari 6933]
- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata :
Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah
ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap
kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi.
Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai
setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi
ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan
sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan
sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No.
3540]
Inilah
“standar moral” yang menjadi suri tauladan bagi kalangan muslim, yakni sunnah
nabi rasul allah yang ternyata begitu mabuk serta tergila-gila pada
“PENGHAPUSAN DOSA” (bagi “KORUPTOR DOSA”, tentunya)—juga masih dikutip dari
Hadis Muslim:
- No.
4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah
tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah
menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa
sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan
yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang
do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia
menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku
lakukan dan yang belum aku lakukan.’”
- No.
4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku
berlindung kepada-Mu dari keburukkan
sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku
lakukan.’”
- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan
perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku, serta ampunilah
kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas
dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang
aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya
daripada aku,”
- Aisyah
bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya
bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu
maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi
seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR
Bukhari Muslim]