Resiko menjadi Pengguna Jasa / Barang Industri Syariah

SENI PIKIR & TULIS

Pilih Mana, menjadi Pengguna Barang / Jasa Konvensional ataukah Syariah?

Industri Syariah, Kawan ataukah Musuh dalam Selimut?

Bila yang seperti berikut ini, disebut sebagai “halal”, maka pertanyaan terbesar kita ialah bagaimana yang “haram”? Dikutip dari ajaran “Agama DOSA” yang bersumber dari sebuah “Kitab DOSA”, mengingat hanya seorang pendosa yang membutuhkan iming-iming korup yang tidak adil serta tidak bertanggung-jawab terhadap pihak korban, bernama “penghapusan / pengampunan dosa”:

Kiat Mengatasi Gangguan Makhluk Halus Jahat Tanpa Ilmu Mistik, Anda pun Bisa Berdaya secara Mandiri dan Swadaya Tanpa Paranormal, Bantu Diri Anda Sendiri

SENI PIKIR & TULIS

Manusia Lebih Tinggi Derajatnya daripada Jin maupun Setan, Itulah Fakta Paling Utama yang Perlu Kita Ketahui dan Sadari

Jangan Takut, Jadilah Lebih Kuat serta Lebih Berani daripada Segala Kekuatan Makhluk yang Lebih Rendah Derajatnya daripada Manusia

Indonesia, ialah negeri dimana jumlah setan dan jin berkeliaran begitu masifnya dan merajalela, dimana para manusia yang bersekutu dengan para setan dan jin tersebut (ironisnya) tidak kalah masifnya—disamping fakta bahwa, manusia yang menjadi korban gangguan maupun praktik tumbal (semacam pesug!han) dari manusia-manusia jahat-serakah tersebut ialah sama masifnya. Bangsa Indonesia mengaku dan berpenampilan (berbusana) serta berkegiatan bak “agamais” (rajin ritual religius keagamaan) dimana ayat-ayat berkumandang dan bersahut-sahutan, namun disaat bersamaan kerap bersekutu dengan bangsa jin dan setan secara di balik layar.

Masih Belum Matang, dan Masih Bisa Berbuat Keliru, merupakan Kesadaran Awal yang cukup Baik dalam Rangka Perbaikan Diri

SENI PIKIR & TULIS

Kesalahan untuk Diakui, Bukan untuk Dipungkiri, namun Jangan pula secara FatalistiK Dijadikan sebagai Akhir dari Riwayat Kita

Jujur pada Diri Sendiri bahwa Kita Masih bisa Berbuat Keliru, Bukanlah Akhir dari Segalanya, namun Awal dari Segalanya

Tidak sedikit pihak-pihak dari beragam kalangan latar belakang, yang telah membaca berbagai publikasi karya tulis penulis dibidang ilmu hukum dan sosial, menyatakan bahwa penulis merupakan pribadi yang tergolong memiliki kecerdasan “diatas rata-rata”. Faktanya, penulis tidak pernah memandang diri penulis secerdas itu, bahkan jauh dari itu. Orang-orang yang tergolong “jenius”, menurut sejumlah sumber, disebutkan bahwa tidak ada orang-orang yang diklasifikasi sebagai pemilik IQ “jenius” memandang bahwa dirinya adalah seorang “jenius”. Faktanya pula, penulis kerap melakukan kesalahan-kesalahan “konyol” yang seringkali penulis sesalkan sendiri dikemudian hari.

Semua Agama adalah Sama, Kata Siapa? Jangan Samakan Buddhisme dengan Mereka (Agama DOSA)

SENI PIKIR & TULIS

Antara Agama SUCI, Agama KSATRIA, versus Agama DOSA, Pilih yang Mana?

Sembah Patung Dilarang dan Diberhalakan, Sembah Batu dan Peluk DOSA justru Dipromosikan?

Ada yang mengatakan, demi kerukunan dan keharmonisan antar umat beragama yang perlu dibina, dipupuk, dan dilestarikan dalam untaian kebhinekaan, maka semua agama perlu dipandang sama, sama baiknya. Terdapat kalangan agama tertentu yang sudah dikenal atas sikap beringas, mengandalkan kekerasan fisik (begitu mudahnya mengumbar kekerasan fisik untuk menyelesaikan setiap masalah), dan radikalismenya, menolak paham demikian, dan menyatakan bahwa agamanya-lah yang paling benar sendiri, paling superior, dan yang paling luhur. Pertanyaan dari penulis ialah, bagaimana mungkin seorang pendosa penyembah “Agama DOSA”, hendak berceramah perihal hidup suci dan mulia?

Sayangi Dirimu dan Cintai Hidupmu, itulah Opsi Alternatif yang dapat Kita Pilih, Ambil, dan Tempuh

SENI PIKIR & TULIS

Daripada Menyesali Kegelapan dan Rasa Tidak Berdaya, Hidupkan saja Pelita yang Menerangi Hidup Kita

Ketika Orang-Orang Jahat Tidak Terhentikan dan Terus saja Menyakiti ataupun Merugikan (Menjahati) Diri Kita, seperti Apapun Kita Berupaya Menolak Disakiti dan Menjaga Diri, Setidaknya Kita Tidak Perlu ikut-Ikutan (secara Latah) Turut Menyakiti Diri Kita Sendiri

Orang Jahat adalah Orang Jahat, Sebanyak Apapun Kita Menyatakan Menolak untuk Disakiti ataupun Dirugikan. Setidaknya, Kita Tidak menjadi Salah Satu Orang Jahat demikian terhadap Orang Lain maupun terhadap Diri Kita Sendiri

Ketika menghadapi kejahatan orang-orang jahat yang kerap menyalah-gunakan kekuatan fisik, kekuatan uang, kekuatan politik, kekuatan kekuasaan, kekuatan kedudukan, maupun penyalah-gunaan sumber daya lainnya, kita cenderung jatuh dalam kondisi tertekan, tanpa daya, putus asa, khawatir, cemas, tidak berdaya, depresi, murung, bersedih, cemas, marah pada para pelakunya yang jahat, serta marah kepada diri kita sendiri yang tidak berdaya menghadapi keadaan, benci pada kondisi diri yang tidak berdaya, kecewa pada hidup yang mengecewakan, yang mana bila kita melakukan aksi pembalasan maka dapat dipastikan kita akan kembali terjatuh kalah dan menderita luka fisik disamping luka batin semata karena lebih lemah dari segi ekonomi, fisik, jumlah orang, maupun kekuasaan, dsb.

Makna Paradigma BE REALISTIC dalam Berupaya dan Berusaha

SENI PIKIR & TULIS

Realistis artinya Tidak Melekat pada Optimisme, Pesimisme, juga tidak Membuta pada Pikiran Positif, maupun Pikiran Negatif, namun Situasional dan Kondisional

Bersikap realistis dan sikap realistik artinya tahu kapan harus bersikap optimis, dan kapan harus bersikap pesimistis; serta tahu kapan harus berpikiran positif (positive thinking) dan tahu kapan harus berpikiran negatif (negative thinking). Dasar dibalik paradigma realistik, ialah rasio sebagai basis pendekatan terhadap setiap peristiwa konkret yang sangat kasuistik. Tidak ada kalangan pengusaha, atlet, maupun pimpinan organisasi ataupun bahkan seorang pekerja, yang bersikap optimistis dan berpikiran positif sepanjang waktunya, karena sikap membuta semacam itu artinya kurang arif disamping tidak bijaksana—kecuali di mata seorang “pemimpi”.

Masih Belum Matang, dan Masih Bisa Berbuat Keliru, merupakan Kesadaran Awal yang cukup Baik

SENI PIKIR & TULIS

Kesalahan untuk Diakui, Bukan untuk Dipungkiri, namun Jangan pula Dijadikan sebagai Akhir dari Riwayat Kita

Jujur pada Diri Sendiri bahwa Kita Masih bisa Berbuat Keliru, Bukanlah Akhir dari Segalanya, namun Awal dari Segalanya

Tidak sedikit pihak-pihak dari beragam kalangan latar belakang, yang telah membaca berbagai publikasi karya tulis penulis dibidang ilmu hukum dan sosial, menyatakan bahwa penulis merupakan pribadi yang tergolong memiliki kecerdasan “diatas rata-rata”. Faktanya, penulis tidak pernah memandang diri penulis secerdas itu. Orang-orang yang tergolong “jenius”, menurut sejumlah sumber, disebutkan bahwa tidak ada orang-orang yang diklasifikasi sebagai pemilik IQ “jenius” memandang bahwa dirinya adalah seorang “jenius”. Faktanya pula, penulis kerap melakukan kesalahan-kesalahan “konyol” yang seringkali penulis sesalkan sendiri dikemudian hari.

KABAR BAIK bagi Penjahat (PENDOSA), sama artinya KABAR BURUK bagi Orang Baik (KORBAN)

SENI PIKIR & TULIS

Bila Korupsi sama dengan Mencuri, dan Pencuri bisa Masuk Surga bila Menyembah Tuhan (Ritual Sembah Sujud), maka Koruptor pun Yakin Seyakin-Yakinnya akan Masuk Surga serta Berhak Diampuni Dosa-Dosanya

Agama Korup bagi Orang Korup yang Korupsi, Berbuat Dosa pun masih Mengharap Masuk Surga. Lantas, bagaimana dengan Nasib Korban?

Terdapat sebuah “Agama DOSA” yang bersumber dari sebuah “Kitab DOSA”, mengiming-imingi umatnya yang berbosa, bahkan mempromosikan dosa dan perbuatan dosa untuk dilakukan serta dikoleksi serta ditimbun hingga berkubang bahkan pula berlumuran dosa: [NOTE : Artikel ini tidak menyebutkan nama satu agama tertentu, sehingga bila ada yang merasa tersinggung karenanya, itu menjadi urusan pribadi yang bersangkutan]

Ini adalah Indonesia (Sumpah Pemuda), Bukan Arab

ARTIKEL HUKUM

Yang Melanggar dan Menista Pancasila, ialah Orang Indonesia sendiri yang Mengaku-ngaku “Agamais”

Yang Melanggar dan Menafikan Sumpah Pemuda, ialah Orang Indonesia sendiri yang Mengaku-ngaku Warga Negara Indonesia

Tiada yang lebih tidak nasionalis, ketimbang mereka yang justru memiliki haluan radikal hendak meniadakan dan menggulingkan Pancasila dari jabatannya selaku ideologi negara Republik Indonesia, sebagaimana pondasi dan pilar paling mendasar yang dibangun dan diwariskan oleh segenap “founding fathers”. Tiada yang lebih patut disebut sebagai pengkhianat, ketimbang mereka yang justru kerap melanggar sumpah bangsa mereka sendiri—dalam hal ini ialah “Sumpah Pemuda” yang salah satunya memiliki ikrar “Berbahasa satu, yakni Bahasa Indonesia!

Yang Menista Agama ialah Umat Bersangkutan Itu Sendiri, telaah Ritual dengan Menimbulkan Polusi Suara

SENI PIKIR & TULIS

Ketika masih Minoritas, Cinta Damai sembari Menikmati Toleransi. Ketika telah menjadi Mayoritas, Mendadak Menjelma Radikal dan Mematikan Toleransi

Disebut-sebut dan mengaku-ngaku sebagai agama damai, cinta perdamaian, toleran, baik, mulia, namun bila sikap rata-rata umatnya (secara berjemaah) justru beringas, radikal, intoleran, haus darah, mudah tersinggung, mudah naik pitam, mudah “kesetanan”, suka bermain kekerasan fisik, sedikit-sedikit menganiaya dan membakar bahkan tidak segan membunuh dengan mengatas-namakan agama, maka pembuktian yang sebenarnya terjadi ialah lewat teladan serta sikap nyata, bukan sekadar klaim atau jargon semata.

Saya Manusia yang BEBAS dan MERDEKA, Bukan Individu Jajahan yang Terjajah, kecuali Anda Mengaku sebagai Penjajah

SENI PIKIR & TULIS

Ini adalah Negara Merdeka, Bukan Negara Jajahan yang Terjajah. Karenanya Berhentilah Memiliki Mental Bangsa Jajahan ataupun Mental Pribadi Terjajah dengan Bersikap Seolah-olah Tidak Punya Hak dan Pilihan Bebas maupun Pikiran untuk Menilai dan Memutuskan Sendiri dalam Menjalani Hidup Kita Pribadi

Jangan Bersikap Seolah-olah Kita Bukan Pribadi / Individu yang BEBAS dan MERDEKA

Ketakutan diejek atau diolok-olok (verbal bullying), sekalipun kita tidak pernah menyakiti ataupun melukai terlebih merugikan mereka ataupun orang lainnya, merupakan ketakutan yang tergolong irasional—karena memang seringkali keliru adanya, alias delusif. Kita perlu mulai belajar menanamkan mindset pada mental dan cara berpikir kita, bahwa biarkanlah orang lain mengejek, mencibir, menjelek-jelekkan, menghina, mencaci, memaki, memfitnah, ataupun mengolok-olok kita, namun kita tetap punya hak untuk “tidak memperdulikan” (tidak mengacuhkan), alias hak untuk mengabaikan.

Setiap Orang adalah Unik, Pendekatan yang Personal

SENI PIKIR & TULIS

Yang Kita Sukai, Belum Tentu juga Disukai oleh Orang Lain

Memahami dan Saling Memahami, Bukan Minta Dipahami, Dihargai, dan Dihormati

Sering kita dengar atau saksikan, seseorang yang kelakuannya “sekehendak hati” alias berkelakuan “seenaknya”, semata menggunakan pendekatan sebagaimana kebiasaan dirinya sendiri, melepaskan diri dari fakta bahwa orang lain memiliki pendekatan serta kebiasaan ataupun gaya karakter, kecondongan, kesukaan serta ketidaksukaan, dan kepribadian yang berbeda, justru senantiasa menuntut agar dimengerti namun disaat bersamaan selalu gagal untuk mau memahami dan menghargai kehendak, aspirasi, harapan maupun kepribadian orang lain.

Mengapa Orang Baik dan Jujur, Tidak Disukai dan Dibenci? Ini Alasannya

SENI PIKIR & TULIS

Karena Ada Perbedaan, maka Ada Perbandingan. Karena Ada Perbandingan, maka Ada Kontras

Ketika suatu komunitas yang berisi orang-orang baik dan jujur, maka adanya satu orang yang tidak baik ataupun yang tidak jujur, dipandang sebagai sebuah ancaman dan “penyakit” oleh warga komunitas tersebut. Sebaliknya berlaku prinsip serupa, dalam suatu masyarakat yang mayoritasnya berisi penduduk yang kurang baik dan tidak jujur, maka adanya satu orang yang baik dan jujur, akan dinilai secara sentimentil seolah eksistensinya membawa suatu ancaman setidaknya sebuah “tamparan” bagi wajah-wajah yang selama ini bermukim serta menghuni komunitas bersangkutan—mereka menyebutnya sebagai “pembawa aib”. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?

Rezeki sudah Ada yang Atur?! Kata Siapa?

SENI PIKIR & TULIS

Kaitan antara “Rezeki sudah Ada yang Atur!” dan “Tangan-Tangan Tidak Terlihat”, terdapat Benang Merah Korelasi yang Sangat Erat diantara Keduanya

Siapa Sangka, Indonesia Memeluk Paham LIBERAL!SME

Bangsa Indonesia pada era demokrasi ini mengklaim sebagai bangsa yang anti terhadap ideologi komun!sme—namun disaat bersamaan tidak mengutuk ataupun meng-anti-anti-kan paham sebaliknya, liberal!sme. Kita pun patut bertanya, ada apa dengan Bangsa Indonesia? Dalam bahasan kesempatan ini, fokus wacana kita ialah perihal sistem ekonomi ketatanegaraan, terkait ideologi bentuk pemerintahan dalam menyusun model ekonomi negaranya, tanpa perlu melebar dalam bidang politik maupun budaya. Ulasan ini akan mengungkap secara ringkas, betapa mengejutkannya wajah sejati praktik sistem ekonomi yang pada era modernisasi ini terjadi di Indonesia.