Contoh ARGUMENTUM AD POPULUM : Agama Samawi adalah Agama SUCI yang Bersumber dari Kitab SUCI

Bung, hanya Pendosa yang Butuh PENGHAPUSAN DOSA dan hanya AGAMA DOSA yang Mempromosikan PENGHAPUSAN DOSA (bagi KORUPTOR DOSA) alih-alih Mengkampanyekan Gaya Hidup Higienis dari Dosa

Lawan Kata dari SIKAP BERANI BERTANGGUNG-JAWAB (Jiwa Ksatria), ialah PENDOSA PECANDU PENGHAPUSAN DOSA

Question: Banyak orang di masyarakat kita, bahkan itu orang-orang terdekat dan senior kita, mengatakan bahwa agama-agama samawi ialah agama suci. Yang tidak masuk di akal sehat saya, mengapa agama samawi seperti nasrani justru memasukkan kedua penjahat yang disalib bersama yesus, ke surga alih-alih ke neraka, seolah-olah Tuhan lebih berpihak terhadap pendosa alih-alih bersikap adil kepada korban? Terlebih, agama samawi seperti islam, nabinya justru lebih sibuk berdoa memohon pengampunan dosa, alih-alih sibuk buat baik ataupun sibuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruknya sendiri. Apakah pandangan mayoritas penduduk demikian, termasuk kesesatan logika yang populer dikenal dengan istilah “argumentum ad populum”?

Brief Answer: Argumentum ad populum, adalah sebuah proposisi yang menggambarkan terjadinya kesesatan berpikir, mengingat suatu hal dipandang dan diasumsikan sebagai “benar” atau sebaliknya, semata karena banyak orang meyakini atau memandangnya demikian ada. Untuk mengatasinya, seseorang sudah saatnya membiasakan diri berpikir kritis ketika menemui klaim-klaim yang didasarkan semata kepada realita bahwa pihak mayoritas berpikir atau berasumsi demikian. Sehingga, baik atau buruknya, benar atau salahnya, ditentukan semata-mata karena mayoritas berkata atau meyakini demikian, sehingga subjektivitasnya melompat langsung kepada pandangan pihak mayoritas, tanpa melibatkan adanya proses berpikir dan menilai yang objektif dan independen secara mandiri, sekalipun itu artinya menjadi kelompok dengan pemikiran ala minoritas.

Terhadap dosa dan maksiat, begitu kompromistik. Namun terhadap kaum yang berbeda keyakinan, begitu intoleran. Babi, disebut “haram”. Namun ideologi KORUP semacam “PENGAMPUNAN / PENGHAPUSAN / PENEBUSAN DOSA” (abolition of sins), disebut “halal lifestyle”. Bila iming-iming KORUP “too good to be true” seperti demikian adalah benar adanya, maka adalah percuma melapor kepada Tuhan, ketika menjadi korban, mengingat Tuhan lebih PRO terhadap penjahat / pendosa. Alhasil, para pendosawan tersebut mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” yang begitu adiktif—menjelma “too big to fall” akibat berlomba-lomba memproduksi segudang dosa, menimbun diri dengan segunung dosa, berkubang dalam samudera dosa, dan bersimbah dosa-dosa.

PEMBAHASAN:

Salah satu kecerdasan yang dilatih dalam jalan Buddhisme, ialah “kecerdasan analitis” sehingga secara swadaya mampu membedakan mana yang baik dan buruk, yang terpuji dan tercela, serta yang benar dan yang keliru, sebagaimana khotbah Sang Buddha dalam “Aguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang Buddha, JILID IV”, Judul Asli : “The Numerical Discourses of the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012, terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan sebagai berikut:

38 (7) Pengetahuan Analitis (1)

“Para bhikkhu, ketika ia memiliki tujuh kualitas, seorang bhikkhu dapat segera merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu. Apakah tujuh ini?

“Di sini, (1) seorang bhikkhu memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah kelambanan pikiran dalam diriku.’ (2) Atau ketika pikirannya mengerut secara internal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku mengerut secara internal.’ (3) Atau ketika pikirannya teralihkan secara eksternal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku teralihkan secara eksternal.’ (4) Ia mengetahui perasaan-perasaan ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya; (5) ia mengetahui persepsi-persepsi ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya; (6) ia mengetahui pemikiran-pemikiran ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya. (7) Kemudian, di antara kualitas-kualitas yang layak dan tidak layak, rendah dan unggul, gelap dan terang bersama dengan pendamping-pendampingnya, ia telah menangkap gambaran itu dengan baik, mengingatnya dengan baik, merefleksikannya dengan baik, dan menembusnya dengan baik melalui kebijaksanaan.

[Kitab Komentar : Perasaan, dan seterusnya, adalah akar dari proliferasi pikiran (papañca). Karena perasaan adalah akar ketagihan, yang muncul berhubungan dengan kenikmatan. Persepsi adalah akar pandangan, yang muncul pada objek yang tidak jelas. Dan pemikiran adalah akar keangkuhan, yang muncul melalui pemikiran, “Aku”.]

“Ketika ia memiliki ketujuh kualitas ini, seorang bhikkhu dapat segera merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu.”

~0~

39 (8) Pengetahuan Analitis (2)

“Para bhikkhu, ketika ia memiliki tujuh kualitas, Sāriputta merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu. Apakah tujuh ini?

“Di sini, (1) Sāriputta memahami sebagaimana adanya: ‘Ini adalah kelambanan pikiran dalam diriku.’ (2) Atau ketika pikirannya mengerut secara internal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku mengerut secara internal.’ (3) Atau ketika pikirannya teralihkan secara eksternal, ia memahami sebagaimana adanya: ‘Pikiranku teralihkan secara eksternal.’ (4) Baginya, perasaan-perasaan diketahui ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya; (5) persepsi-persepsi diketahui ketika munculnya, ketika berlangsung, ketika lenyapnya; (6) pemikiran-pemikiran diketahui ketika munculnya, ketika berlangsungnya, ketika lenyapnya. (7) Kemudian, di antara kualitas-kualitas yang layak dan tidak layak, rendah dan unggul, gelap dan terang bersama dengan pendamping-pendampingnya, ia telah menangkap gambaran itu dengan baik, mengingatnya dengan baik, merefleksikannya dengan baik, dan menembusnya dengan baik melalui kebijaksanaan.

[Kitab Komentar : Walaupun teks di sini menggunakan bentuk sekarang pajānāti, namun penerjemah dari teks Pali menafsirkannya sebagai bentuk sekarang historis, yang merujuk pada masa sebelum Sāriputta mencapai Kearahattaan. Sebagai seorang Arahant ia tidak mungkin lagi rentan pada kelambanan pikiran, pengerutan internal, atau pengalihan eksternal.]

“Ketika ia memiliki ketujuh kualitas ini, Sāriputta merealisasikan empat pengetahuan analitis untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung dan memperoleh kemahiran atas pengetahuan-pengetahuan itu.”

Sebaliknya, banyak diantara masyarakat kita (mayoritas penduduk) yang memandang adalah “merugi” bila tidak menikmati serta mencandu dan kecanduan “PENGHAPUSAN / PENGAMPUNAN DOSA”, orang-orang dengan “akal sakit milik orang sakit”. Mereka bahkan tidak mampu membedakan antara “Agama DOSA yang bersumber dari Kitab DOSA” dan “Agama SUCI yang bersumber dari Kitab SUCI”. Mereka adalah kaum pemalas yang begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik, dan disaat bersamaan terlampau pengecut untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang telah pernah atau masih sedang melukai, merugikan, maupun menyakiti pihak-pihak lainnya—kesemuanya dikutip dari Hadis Sahih Muslim:

- No. 4852 : “Dan barangsiapa yang bertemu dengan-Ku dengan membawa kesalahan sebesar isi bumi tanpa menyekutukan-Ku dengan yang lainnya, maka Aku akan menemuinya dengan ampunan sebesar itu pula.

- No. 4857 : “Barang siapa membaca Subhaanallaah wa bi hamdihi (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya) seratus kali dalam sehari, maka dosanya akan dihapus, meskipun sebanyak buih lautan.

- No. 4863 : “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kepada orang yang baru masuk Islam dengan do'a; Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4864 : “Apabila ada seseorang yang masuk Islam, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarinya tentang shalat kemudian disuruh untuk membaca do'a: Allaahummaghfir lii warhamnii wahdinii wa'aafini warzuqnii'. (Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rizki).”

- No. 4865 : “Ya Rasulullah, apa yang sebaiknya saya ucapkan ketika saya memohon kepada Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: 'Ketika kamu memohon kepada Allah, maka ucapkanlah doa sebagai berikut; 'Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, selamatkanlah aku,”

- Aku mendengar Abu Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jibril menemuiku dan memberiku kabar gembira, bahwasanya siapa saja yang meninggal dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, maka dia masuk surga.” Maka saya bertanya, ‘Meskipun dia mencuri dan berzina? ‘ Nabi menjawab: ‘Meskipun dia mencuri dan juga berzina’.” [Shahih Bukhari 6933]

- Dari Anas radhiallahu ‘anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih) [Tirmidzi No. 3540]

PENDOSA, namun hendak berceramah perihal akhlak, moral, hidup suci, luhur, adil, jujur, mulia, agung, lurus, bertanggung-jawab, berjiwa ksatria, dan bersih? Itu menyerupai ORANG BUTA yang hendak membimbing para BUTAWAN lainnya, berbondong-bondong secara deras menuju jurang-lembah nista, dimana neraka pun diyakini sebagai surga. Alhasil, sang nabi rasul Allah dalam keseharian lebih sibuk mabuk serta kecanduan “PENGHAPUSAN DOSA” (bagi PENDOSA maupun KORUPTOR DOSA, tentunya), alih-alih sibuk bertanggung-jawab atas perbuatannya sendiri, berbuat kebaikan, ataupun berlatih dalam disiplin diri yang ketat bernama “self-control”—juga masih dikutip dari Hadis Muslim:

- No. 4891. “Saya pernah bertanya kepada Aisyah tentang doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memohon kepada Allah Azza wa Jalla. Maka Aisyah menjawab; 'Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4892. “Aku bertanya kepada Aisyah tentang do'a yang biasa dibaca oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia menjawab; Beliau membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatan yang telah aku lakukan dan yang belum aku lakukan.’

- No. 4893. “dari 'Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di dalam do'anya membaca: ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukkan sesuatu yang telah aku lakukan, dan dari keburukkan sesuatu yang belum aku lakukan.’”

- No. 4896. “dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau pemah berdoa sebagai berikut: ‘Ya Allah, ampunilah kesalahan, kebodohan, dan perbuatanku yang terlalu berlebihan dalam urusanku,  serta ampunilah kesalahanku yang Engkau lebih mengetahui daripadaku. Ya Allah, ampunilah aku dalam kesungguhanku, kemalasanku, dan ketidaksengajaanku serta kesengajaanku yang semua itu ada pada diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas dosa yang telah berlalu, dosa yang mendatang, dosa yang aku samarkan, dosa yang aku perbuat dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku,”

- Aisyah bertanya kepada Rasulullah SAW, mengapa suaminya shalat malam hingga kakinya bengkak. Bukankah Allah SWT telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang dulu maupun yang akan datang? Rasulullah menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi seorang hamba yang banyak bersyukur?” [HR Bukhari Muslim]