Ketika Agama Mempromosikan dan Mengkampanyekan Perceraian Kerukunan antar Umat Beragama, Dibiarkan dan Dilestarikan oleh Negara yang secara Sengaja Abai

SENI PIKIR & TULIS

Ketika masih Minoritas, PLAY INNOCENT yang Menuntut Diberi Toleransi dan Menikmati Kebebasan Beragama dan Beribadah. Namun, ketika Mereka telah menjadi Mayoritas, justru Membumi-Hanguskan Toleransi antar Umat Beragama yang Dahulu Mereka Nikmati dan Tuntut untuk Diberikan. Pola yang Sama Selalu Berulang, Peta Sejarah

Bahaya Dibalik STANDAR GANDA, Standar Berganda yang Sarat Konflik Kepentingan

Hukum tumpul ke mayoritas, dan hukum tajam ke minoritas, itulah cerminan budaya beragama di Indonesia serta dalam praktiknya yang kian hari kian mengkhawatirkan karena menampilkan wajah intoleran. Hampir setiap kali pemuka agama / penceramah agama Islam berceramah di Masjid, lengkap dengan pengeras suara eksternal sehingga “saksi telinga”-nya bukan hanya penulis seorang, bahkan juga suara pembacaan ayat-ayat kitab agama mereka menyeruak masuk ke dalam toilet kediaman rumah-rumah warga termasuk memenuhi tong sampah, selama bertahun-tahun lamanya, selalu saja mengumbar ujaran kebencian dan penuh permusuhan (hate speech) dengan menyebut-nyebut nama Yahudi dan Nasrani secara tidak hormat dan tidak patut. Gaibnya, tidak satupun dari mereka yang dipenjara sebagai pelaku penistaan agama, namun jangan tanya bila terjadi yang sebaliknya.

Sayangi Bumi ini, agar Alam Semesta Menyayangi Kita

SENI PIKIR & TULIS

Manusia adalah Makhluk PENYAMPAH Penghasil SAMPAH

Bila Tidak mau Melestarikan, Setidaknya Tidak Merusak Alam. Hanya Manusia Sampah yang hanya Mampu Menghasilkan Sampah

Kita hidup dari kebaikan hati planet bernama Bumi ini. Mulai dari air bersih, udara bersih, sumber pangan seperti sayur-sayuran, buah-buahan, maupun protein hewani dan nabati. Sumber papan dan sandang kita pun, diperoleh dari alam. Pepatah suku India menyebutkan, kita bukan mewariskan alam ini kepada anak dan cucu (generasi penerus), namun kita saat kini sedang meminjamnya dari mereka. Kebaikan hati, seyogianya dibalas dengan kebaikan hati, bukan justru “membalas air susu dengan air tuba” semacam pengrusakan, eksploitasi yang tidak ramah lingkungan, pencemaran, hingga praktik “menyampah”. Planet tempat kita lahir dan tumbuh serta dibesarkan ini, ibarat orangtua kita, “Mother Earth”. Janganlah, menjadi “anak” yang “durhaka”, dengan sikap maupun sifat “tidak tahu balas budi”.

Antara Agama dan Prinsip EGALITER / MERITOKRASI

SENI PIKIR & TULIS

Agama yang Merendahkan Martabat Manusia dan Pujian yang (Sejatinya) Menista Tuhan yang Mereka Sembah Itu Sendiri

Penjajahan oleh Agama atas Manusia, Agama untuk Manusia ataukah Manusia untuk Agama?

Buddhisme bukanlah agama bagi para “peminta-minta”, sehingga tidak menjadikan para siswa Sang Buddha sebagai seorang pengemis yang mengemis-ngemis ataupun memohon-mohon—akan tetapi sebagai bak seorang penanam atau seorang petani, sehingga bila hendak atau menginginkan untuk memetik buah padi maka harus mau merepotkan diri serta menyingsingkan lengan baju berletih-letih banjir peluh turun ke sawah untuk menanam dan memupuk serta merawatnya dengan penuh kesabaran sebelum tiba masa panen. Itulah sebabnya, para siswa dari Sang Buddha adalah para pekerja keras serta bukanlah seorang pemalas yang merendahkan martabatnya sendiri dengan menjadi seorang “pengemis” (serta “penjilat” ala “lip services”).