Juru Selamat-nya PENJAHAT / PENDOSA, Juru Petaka-nya KORBAN
Question: Mengapa yesus kristus disebut sebagai juru selamat?
Brief Answer: Julukan sebagai “juru selamat” dalam hal apakah
terlebih dahulu? Merujuk ajaran doktrinal dalam agama nasrani, yesus memasukkan
ke surga dua orang penjahat yang turut disalib bersama dengan yesus, dimana satu
diantara kedua penjahat tersebut notabene adalah seorang penyamun. Karenanya,
menjadi tidak terbantahkan, bahwa yesus adalah benar “JURU SELAMAT bagi
PENJAHAT”, dan disaat bersamaan merupakan “JURU PETAKA bagi kalangan KORBAN”.
Bukankah menjadi mengherankan, ada orang-orang yang bersedia memeluk
agama nasrani, meksipun fakta dogma-dogma ajarannya mengandung dehumanisasi,
yakni penjahat-penjahat yang justru dimasukkan oleh yesus ke surga, alih-alih bersikap
adil kepada kalangan korban-korban dari para penjahat tersebut. Karenanya,
patut diduga atau diduga kuat bahwasannya hanya kalangan penjahat yang tergiur,
tertarik, bersedia, kecanduan, dan dengan senang hati masuk serta meyakini
agama nasrani. “Kabar gembira” bagi pendosa (penjahat), selalu merupakan “kabar
buruk / duka” bagi kalangan korban dari sang penjahat.
PEMBAHASAN:
Umat agama nasrani, karenanya, terjangkit
demotivasi untuk menjadi orang baik-baik, dan disaat bersamaan termotivasi
untuk menjadi penjahat (orang jahat). “Untuk
apa menjadi orang baik, menjadi penjahat saja dimasukkan ke surga oleh yesus
berkat iming-iming ‘PENEBUSAN DOSA’ (bagi PENDOSA, tentunya)!” begitu pola
pikir para umat nasrani, termakan serta terjebak dalam pusaran “toxic” mematikan dogma-dogma “Agama DOSA”—disebut
demikian, mengingat ajaran-ajaran nasrani justru lebih PRO terhadap PENDOSA
dengan memasukkan penjahat ke surga, dan disaat bersamaan bagai “bermuka dua”,
yesus dengan ganas, buas, serta beringas memasukkan orang-orang baik maupun orang-orang
suci ke neraka hanya karena tidak bersedia “menjilat bokong yesus”.
Menjadi tidak mengherankan, watak paling dasariah
dari seluruh umat kristiani ialah memiliki dua pola berikut disaat bersamaan :
begitu pemalas untuk menanam benih-benih Karma Baik untuk mereka petik
sendiri buah manisnya di kehidupan mendatang, dan disaat bersamaan begitu pengecut
untuk bertanggung-jawab atas perbuatan-perbuatan buruk mereka sendiri yang
telah pernah ataupun masih sedang menyakiti, melukai, maupun merugikan pihak-pihak
lainnya.
Sebaliknya,
orang bijak senantiasa mawas diri serta orang terpelajar mampu melakukan
instrospeksi diri, sebagaimana khotbah Sang Buddha dalam “Aṅguttara Nikāya : Khotbah-Khotbah Numerikal Sang
Buddha, JILID IV”,
Judul Asli : “The Numerical Discourses of
the Buddha”, diterjemahkan dari Bahasa Pāḷi oleh Bhikkhu Bodhi, Wisdom Publications 2012,
terjemahan Bahasa Indonesia tahun 2015 oleh DhammaCitta Press, dengan kutipan
sebagai berikut:
27 (9) Kekuatan (1)
“Para bhikkhu, ada delapan kekuatan
ini. Apakah delapan ini?
(1) Kekuatan anak-anak adalah
menangis;
(2) kekuatan para perempuan
adalah kemarahan;
(3) kekuatan para pencuri
adalah senjata;
(4) kekuatan raja-raja adalah
kekuasaan;
(5) kekuatan orang-orang
dungu adalah mengeluh;
(6) kekuatan para bijaksana adalah
kehati-hatian;
(7) kekuatan para terpelajar
adalah refleksi;
(8) kekuatan para petapa dan
brahmana adalah kesabaran.
Ini adalah kedelapan kekuatan
itu.”
~0~
28 (8) Kekuatan (2)
Yang Mulia Sāriputta mendatangi
Sang Bhagavā … Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya: [224]
“Sāriputta, ketika noda-noda
seorang bhikkhu telah dihancurkan, berapa banyakkah kekuatan yang ia miliki
yang karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan’?”
“Bhante, ketika noda-noda
seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki delapan kekuatan yang
karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’ Apakah delapan
ini?
(1) “Di sini, Bhante, seorang
bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat segala fenomena
terkondisi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai tidak kekal.
Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang
karenanya ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’
(2) “Kemudian, seorang bhikkhu
dengan noda-noda dihancurkan telah dengan jelas melihat kenikmatan-kenikmatan
indriawi sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai serupa dengan
lubang arang membara. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan
noda-noda dihancurkan …
(3) “Kemudian, pikiran seorang
bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan melandai, miring, dan condong pada
kesendirian; pikirannya terasing, bersenang dalam pelepasan keduniawian,
dan sepenuhnya selesai dengan segala sesuatu yang menjadi landasan bagi
noda-noda. Ini adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda
dihancurkan …
[Kitab Komentar mendefinisikan “pikiran
terasing” dari bahasa aslinya Pali, sebagai “menarik diri, menjauhi,
menyendiri, mengasingkan diri.”]
(4) “Kemudian, seorang bhikkhu
dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan dengan baik keempat
penegakan perhatian. Karena [225] itu, ini adalah satu kekuatan seorang
bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan …
(5) – (8) “Kemudian, seorang
bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan telah mengembangkan dan mengembangkan
dengan baik empat landasan kekuatan batin … lima indria spiritual
… tujuh faktor pencerahan … jalan mulia berunsur delapan. Ini
adalah satu kekuatan seorang bhikkhu dengan noda-noda dihancurkan yang karenanya
ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku telah dihancurkan.’
“Bhante, ketika noda-noda
seorang bhikkhu telah dihancurkan, maka ia memiliki kedelapan kekuatan ini yang
dengan berlandaskan pada kekuatan-kekuatan ini ia boleh mengaku: ‘Noda-nodaku
telah dihancurkan.’”